Senin, 29 Desember 2014

Cabut


Pulang berpikul ribuan mendung
nestapa nggunung

Dari mata ngepul kabut
solek berparas ngabu kalut

Nafsu tumbuh belukar berserabut
cinta tinggal dongeng hijaunya rumput

Mari senyapkan dengung
mari kepala digantung

Jumat, 26 Desember 2014

13th at Friday

 
Mengapa tidak Friday the 13th? Karena di sini saya tidak akan menuliskan tentang film horror produksi Amerika yang di rilis tahun 2009 itu. Ataupun hari Jumat tanggal 13 yang dipercaya mengandung berbagai misteri, mitos, dan lain sebagainya. Tidak sama sekali karena angka 13 yang saya maksud juga bukan berupa tanggal, melainkan sesuatu yang menurut saya istimewa dan perlu saya tulis. Benar, angka 13 sendiri sering disebut angka sial dan patut dihindarkan. Maka dari itu di beberapa negara seperti Amerika, China, bahkan di Indonesia, tidak akan kita jumpai gedung-gedung pencakar langit yang memiliki lantai 13 di dalamnya. Di dunia ini sendiri terdapat bermacam-macam kepercayaan, mitos, dan legenda, yang tidak terhitung banyaknya. Namun bagi kaum rasionalis, kepercayaan-kepercayaan orang-orang tua tersebut malah ikut punah seiring dengan modernisasi yang merambah di seluruh sisi kehidupan manusia. Bergantung kita ingin percaya dengan hal semacam itu atau tidak sama sekali. Kalau saya jelas tidak. Apalagi mengenai hari Jumat tanggal 13 yang sering dianggap keramat. Saya malah lebih suka mempercayai bahwa hari Jumat kliwonlah yang paling keramat. Maklumlah, wong jowo tulen bung! Hehehe-- Memang terkadang kita harus membuktikan terlebih dahulu sebuah hipotesis yang sudah dianggap benar oleh kebanyakan orang namun belum tentu benar. Memang ada peluang mitos itu muncul dan benar-benar terjadi beberapa kali dalam sebuah kehidupan, tetapi tidak akan mungkin bila mitos yang ditakutkan akan berlaku sepanjang hidup. Cukup mengenai mitos, saya akan membahas tentang angka 13 yang saya alami Jumat sekarang. 13 adalah rekam jejak setelah berlalunya 12; 13 adalah catatan tentang manis pahit sebuah labirin kehidupan; 13 adalah proses sederhana menuju kesempurnaan hakiki; 13 merupakan jalan untuk menembus angan-angan yang masih berawan; 13 adalah doa yang telah terkabulkan juga janji yang telah tertepatkan; 13 adalah keistimewaan yang jelas diberikan oleh Tuhan di hari Jumat; dan 13 adalah kebahagiaan yang tak akan pernah saya lupakan. Setidaknya itu adalah kata-kata yang pantas untuk menggambarkan 13 yang saya alami Jumat sekarang. 13 bulan telah terlewati tepat di hari Jumat, sayang. Semoga tidak ada kesialan yang menimpa. Semoga tidak ada mitos yang berlaku. Aku akan mencintaimu, tak hanya sampai 13 bulan saja. Berbahagialah di hari yang dikata sial ini, tentunya hanya bersamaku.

Sabtu, 13 Desember 2014

Kurt Cobain Jauh Lebih Beriman dari Fir'aun!


Tak pelak lagi, saat menghidupi hidup, tak akan jarang kita temui berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan. Begitulah jalan yang akan dilalui semua umat untuk mencapai setingkat derajat yang lebih tinggi. Mengenai hal itu, kita tidak akan pernah ngeh tentang kesulitan apa saja yang tengah menghadang gagah di depan. Kali ini saya ingin membahas bagaimana cara menikmati kesulitan. Kebetulan sekali sekarang ini kehidupan saya sedang dalam  keadaan sulit, entah akan ada lagi yang lebih sulit atau tidak. Saya sedang hidup dalam perantauan, menjalani perkuliahan di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, katanya sih mencari ilmu dan pengalaman, katanya sih dijamin bakalan sukses di masa depan. Dijamin sukses ndasmu a? Tidak segampang itu bitch! Sudah tak terhitung berapa kali aku rela tidak makan selama beberapa hari untuk mengirit uang saku, tidak bisa tidur karena kelaparan, hutang sana-sini, dan sebenarnya bukan melulu soal finansial saja yang sering kukeluhkan. Banyak cuk! Banyak! Buanyak! Cuk!
Lalu bagaimana aku menghadapinya? Kuakui sesekali aku pernah terbujuk oleh petuah Maria Tegoeh-- motivator handal katanya-- bahwa hidup harus dijalani dengan hikmat tanpa mengeluh dan harus selalu bilang "Aku bisa!", "Aku dapat!", dan lain-lain. Dan nyatanya hidup tak melulu soal bagaimana kita bersyukur, tetapi juga bagaimana cara kita mengeluh. Mengeluh disini bukan berarti menuntut, melainkan bagaimana cara kita mengakui bahwa kodrat kita yang sebenar-benarnya adalah makhluk rapuh ciptaan Tuhan. Kita tidak harus mengaku sangat kuat di depan Tuhan kita bukan? Bukankah Tuhan mengutuk kepribadian yang seperti itu? Coba ingat kembali kisah tentang seorang Raja Fir'aun yang mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan. Apakah Tuhan kemudian mencintainya dan memertahankan tahtanya lebih lama? Jawabannya adalah sangat benar-banar tidak pernah tidak! Tuhan dengan segala amarahnya segera membinasakan Fir'aun dalam sekejap melalui tongkat Musa. Maka dari itu, mengapa harus berkata bisa jika memang tidak bisa? Mengapa harus bermunafik dan beromong kosong jika kita masih diberi kesempatan untuk berkata jujur? Maka dari itu juga, ada kalanya kita mesti frustasi, menunjukkan kelemahan dan bersimpuh kepada Tuhan. Memang benar Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuannya, namun tak menutup kemungkinan jika Tuhan akan menguji hamba-Nya tepat pada titik maksimal kemampuannya. Dan pada saat itulah rasa ingin menyerah akan cepat timbul. Tidaklah munafik, pasti kita akan banyak merengek minta diringankan beban yang menimpa kita. Jadi, jika harus merengek, kenapa tidak? Ahmad Dhani sepenuhnya benar soal lagunya, menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia. Manusia diciptakan juga untuk menangis, bukan hanya tertawa bahak. Juga untuk mengeluh, bukan hanya tegar. Juga untuk frustasi, bukan hanya berlaga layaknya tanpa beban. Manusia diciptakan untuk jujur dalam bertutur dan berperilaku, bukan untuk bermunafik. Sekarang mari tengok cara hidup mendiang dewa Grunge, Kurt Cobain, pentolan band agung Nirvana-- yang bahkan aku tak tahu-- sampai kapan ia akan berhenti dipuja dan dikenang oleh umat penggila musik cadas. Cara hidupnya yang disimbolkan dengan kebebasan dan kebrutalan ternyata hanya sebuah bentuk keluhan terhadap banyaknya hal-hal yang membuatnya frustasi. Bahkan ketenaran yang ia dapat pun juga membuatnya begitu frustasi. Baginya, hal duniawi sudah tidak lagi nikmat. Hingga akhirnya ia memilih menghukum dirinya sendiri karena merasa tidak mampu menghadapi semua hal yang membuatnya frustasi. Bagiku itulah insan sejati, kalau kacau ya kacau saja, tidak usah sok rapi. Kalau cengeng ya akui saja, tidak usah sok kuat tetaapi diam-diam menyeka air mata dalam kesepian. Kalau mau mengaduh ya mengaduh saja, tidak usah diam dalam kepalsuan. Kesimpulannya, Tuhan mencintai makhluknya karena mereka lemah dan patut untuk dikasihi, bukan karena mereka merasa sangat kuat dan dapat berdiri sendiri. Jadi, masih mau berlaga tegar?

Sabtu, 29 November 2014

Hujan 2


Deras mengubur jalanan
Daun ditekuk ranting ditekuk dahan
Berkaca pada genangan
Mengawang jauh akan kenangan

Surabaya, 2014

Hujan

Langkah para jejak seketika senyap
Bergilir dengan syair mengalir
Mengalir tanpa hilir

Para buyung meraih kepak yang tertunda
Ribuan sampan kertas mereka rebah sejenak
Melayang bebas tertimpa deras

Menjelajah setiap kecipak merdu
Mengibas sayap menyibak hiruk pikuk
Membanjiri setiap keriput dahan

Sedang sayapku masih entah
Kuawali pada secicip cangkir arabica
Kupu-kupu berwarna menyebar lewat kepulan

Mahatahu tahu kita lelah
Mahakuasa kuasa mengguyur letih
Mahamegah hujan beserta derasnya

Penjagal Rimba

Udara terasa anyir bergilir kala pagi itu. Terpampang jelas pada lidah-lidah yang membujur kaku. Angin yang mengitari desa seolah menggenggam berita yang tak lagi tabu, bersimbah merah semu. Memang sudah teramat biasa, saat kau bangunkan urat-urat membiru dari alas empuk tempat tidur yang hanya mengawang samar dan kian meredup saat kau tergugah dari mimpi, kemudian kau mendengar kabar tentang penjagalan, pemerkosaan dengan membunuh, pemerasan dengan membunuh, pergulatan, percintaan, dan semua motif kejahatan yang hanya akan berujung pada pembunuhan. Lalu apa yang telah terjadi tadi malam, atau dini hari tadi? Kau akan secara cepat kilat mengetahuinya dari cakap yang merambat ke cakap oleh bibir berurat milik ibu-ibu pedesaan. Penjagalan dengan perlawanan lagi.

Di sini tak ada ironi, semua dibasmi keji tanpa basa-basi seperti babi jika sekedip saja tak berhati-hati. Setidaknya kau dapat menambah dua atau tiga pasang mata di kepala untuk berjaga-jaga dengan cara menjarah mata korbanmu, atau sepasang matamu yang akan dijarah terlebih dahulu dan kaulah yang akan berperan menjadi korban. Di sini tak ada kuasa atau kebijakan hukum, alam dan rimba yang sepenuhnya berkuasa atas segalanya. Tak ada batasan moral dan perilaku, semuanya bak hewan saja: lepas telanjang tanpa aturan yang mengikat rapat, haus kekuasaan membuat sempurna nafsu akan keserakahan, kejam: saling mangsa bahkan sanak atau saudara seatap. Mati dengan atau tanpa panca indera; tergantung di pohon melur tanpa kaki dan alasnya yang menjulur; menjadi hidangan dini hari bagi para nokturnal mematikan, atau apa pun yang sekiranya dapat menjadi cara yang tragis dan tak logis untuk mati dapat kau temui di sini. Tak ada pilihan untuk mati secara manusiawi. Namun alam yang berkuasa membuat segalanya berjalan secara sejajar dan seimbang, jika ada yang basmi-membasmi, maka ada juga yang beranak-pinak. Maka tak akan ada habisnya hal semacam itu terjadi di sini.

Perkenalkan namaku Alam, aku adalah salah satu pemuda yang disegani di sini. Aku sudah menjagal setidaknya berpuluh-puluh orang kemudian merampas harta mereka untuk hidup berhari-hari. Cobalah melawan, maka akan kubunuh tanpa segan. Aku ingat kala pertama kali aku menjagal. Malam tanpa bulan dan pekat menyelimuti permukaan hutan ranting dan dahan tampak menyeringai menampilkan keperkasaan alam. Aku sembunyi dibalik belukar tajam tak kupedulikan bagaimana ia menggores-gores bagian punggung yang sedang tanpa balut pakaian. Aku sedang mengintai mangsa pertamaku saat itu tak kupedulikan bagaimana ganasnya peristiwa kemarin tentang tetangga yang setengah bagian tubuhnya habis disantap binatantg buas tepat di sini karena aku sangat yakin akulah yang terganas dan mereka tak ada apa-apanya dibandingkan denganku. Instingku lebih tajam tidak seperti otak tolol mereka yang tidak acuh akan strategi perburuan. Memang harus begini kata kakekku. Kau harus merasa terganas melebihi apapun di sekelilingmu atau mereka akan menghabisimu terlebih dahulu sebelum dirimu. Alam menyukai dan tentu akan sangat mendukung mereka yang terbuas dan paling beringas. Maka tanpa sedikit pun ada keinginan untuk kembali pulang dengan tangan kosong, aku menggertak diriku supaya naluri kebinatanganku yang buas tergugah dan meraung; mengaum sekencang mengkin. Ia mulai datang.

Lelaki tua paruh baya mengenakan kemeja berjalan pelan menatap samudera langit yang sedang kosong seperti mengharapkan sinar rembulan-- yang bisa ia gunakan untuk berlindung dariku dan mataku tertuju tepat di kilau keemasan yang remang samar tampak pada pergelangan tangan dan leher si mangsa. Sejenak aku membayangkan bisa meraihnya dan membawanya pulang kemudian kakek akan menceritakan dongeng penjagal zaman silam-- yang sangat aku idolakan-- sebagai hadiah. Aku melemaskan otot-otot perkasa yang kumiliki sebelum menyeringai tajam dan menertawakan dalam hati betapa bodohnya si mangsa yang sebentar lagi akan kujarah karena berani-beraninya sendiri mengitari hutan tanpa ada pengawalan juga tanpa dua atau tiga pasang mata tambahan di kepala untuk berjaga-jaga. Ia saat ini di depanku, membuat mataku berbinar membayangkan malam ini segala hal akan berjalan mudah dan sesuai harapan kemudian akan segera berlalu. Aku mencegah laju lelaki tua tersebut dengan berbekal golok di tangan dan mengaum dengan bingarnya mencoba membuat kakek tadi merasa terpojokkan kemudian ia tak akan bisa lagi berpikir panjang-panjang meratapi betapa ganasnya aku kemudian berlutut menyerahkan semua yang kuinginkan dengan segera. Pada dasarnya aku tak pernah membayangkan tentang pembunuhan karena saat itu nuraniku masih berfungsi dengan baik. Ia mengeluarkan pisau dan mengancamku untuk segera menjauh. 

Aku sudah mengatakan segala hal, aku tidak ingin membunuh, aku hanya ingin ia menyerahkan segala yang ia punya dan dongeng tentang sosok penjagal akan diupahkan kepadaku jika aku berhasil membawa buah tangan saat pulang. Ia mencoba menyerangku namun kebuasanku-- sedang dalam puncaknya dan tak akan ada yang bisa menandingiku saat ini bahkan sosok idola yang katanya pernah menjagal seribu lebih mangsanya tanpa sekali pun gagal-- memanduku dengan sigap menghindar dari serangan cuma-cuma yang akhirnya membunuh sebagian nurani dan kakek tadi. Tanpa ironi, ia kubasmi keji tanpa basa-basi seperti babi karena sekedip tak berhati-hati. Ini pertama kalinya aku melenyapkan nyawa seseorang. Lehernya menganga bekas sabetan golok yang sedari pagi telah kuasah hingga begitu tajam. Aku gagal mendapatkannya tanpa harus membunuh. Aku akui aku gagal pada pertama kali aku menjagal. Malam ke-dua.

Kembali lelaki tua paruh baya mengenakan kemeja berjalan pelan menatap samudera langit yang sedang kosong seperti mengharapkan sinar rembulan-- yang bisa ia gunakan untuk berlindung dariku dan bayanganku tertuju tepat pada  bongkahan-bongkahan besar pasti terdapat pada gerobak yang ia bawa bersama tiga kawannya. Memang ia tak sendiri namun apalah yang bisa menandingi kebuasanku malam ini. Sejenak aku membayangkan bisa meraihnya dan membawanya pulang kemudian kakek akan menceritakan dongeng penjagal zaman silam-- yang sangat aku idolakan-- sebagai hadiah yang belum tuntas diceritakan kakek pada malam pertama karena menurutnya apa yang telah kudapatkan tak sebanding untuk membayar tuntas dongeng yang kuidamkan. Aku melemaskan otot-otot perkasa yang kumiliki sebelum menyeringai tajam dan menertawakan kebodohan yang mereka anggap apa yang sedang mereka lakukan sudah cukup untuk menghadang buasnya aku dengan memiliki empat pasang mata untuk mengitari hutan. Saat ini nuraniku mulai tidak berfungsi dengan baik. Aku tak peduli lagi jika nantinya akan berakhir sama seperti malam pertamaku kemarin. Aku mencegah laju lelaki tua tersebut dengan berbekal golok di tangan dan mengaum dengan bingarnya mencoba membuat kakek-kakek tadi merasa terpojokkan kemudian mereka tak akan bisa lagi berpikir panjang-panjang meratapi betapa ganasnya aku kemudian berlutut menyerahkan semua yang kuinginkan dengan segera. Mereka mengeluarkan pisau dan mengancamku untuk segera menjauh.

Aku sudah mengatakan segala hal, kali ini aku tidak peduli jika harus membunuh, aku ingin mereka menyerahkan segala yang mereka punya dan dongeng tentang sosok penjagal-- yang belum kuketahui akhir ceritanya-- akan diupahkan kepadaku jika aku berhasil membawa buah tangan saat pulang. Mereka mencoba menyerangku secara bersamaan namun kebuasanku-- sedang dalam puncaknya dan tak akan ada yang bisa menandingiku saat ini bahkan sosok idola yang katanya pernah menjagal seribu lebih mangsanya tanpa sekali pun gagal-- memanduku dengan sigap menghindar dari serangan cuma-cuma yang akhirnya membunuh sisa-sisa nurani dan para kakek tadi. Lagi-lagi tanpa ironi, ia kubasmi keji tanpa basa-basi seperti babi karena sekedip tak berhati-hati. Leher mereka menganga lebar bekas sabetan golok yang sedari pagi telah kuasah hingga begitu tajam. Malam ke-tujuhpuluhsatu.

Namaku Alam. Tak peduli siapa pun yang akan kumangsa apakah paruh baya atau pun masih gagah perkasa yang lewat. Tak peduli berapa saja yang mengitari tempatku mengintai mangsa. Semuanya adalah mangsa bagiku. Aku akan menjagal apa saja-- bahkan jika harus aku akan memerkosa dengan membunuh, memeras dengan membunuh, bergulat, bercinta, dan semua motif kejahatan yang hanya akan berujung pada pembunuhan akan aku lakukan dengan buas hati-- kemudian membawa hasil jarahanku pulang untuk segera mengetahui akhir dari dongeng tentang penjagal zaman silam-- yang sangat aku idolakan-- sebagai hadiah yang belum tuntas diceritakan kakek pada malam-malam sebelumnya karena menurutnya apa yang telah kudapatkan belum sama sekali sebanding untuk membayar tuntas dongeng yang kuidamkan. Malam ke-tujuhpuluhdua.

Udara terasa anyir bergilir kala pagi itu. Terpampang jelas pada leher-leher yang segar menganga. Angin yang mengitari desa seolah menggenggam berita yang tak lagi tabu, bersimbah merah semu. Memang sudah teramat biasa, saat kau bangunkan urat-urat membiru dari alas empuk tempat tidur yang hanya mengawang samar dan kian meredup saat kau tergugah dari mimpi, kemudian kau mendengar kabar tentang penjagalan, pemerkosaan dengan membunuh, pemerasan dengan membunuh, pergulatan, percintaan, dan semua motif kejahatan yang hanya akan berujung pada pembunuhan. Lalu apa yang telah terjadi tadi malam, atau dini hari tadi? Kau akan secara cepat kilat mengetahuinya dari cakap yang merambat ke cakap oleh bibir berurat milik ibu-ibu pedesaan. Penjagalan dengan perlawanan lagi. Aku lagi.


*Fiksi

Jumat, 21 November 2014

Kantuk

Sememikat ini kau pagi
Sesuatu di balik jendela berbingkai
Peluk kucumbu cahaya menguningpadi

Adakah kutulis janji
Menyimpan nafas pagi dalam laci
Lagi kemudian esok pagi

Walau punggung mentari
Tak terjamah melalui jemari
Biarlah pagi tetap menggoda

O aku mulai mengingatnya
Ia kugeletakkan kemana
Di sanakah di sana?

Kuteliti cecer kotoran burung pada serambi
Malah sisa kelu cinta semalam tersaji
Selembar permadani

Sayang, jawablah
Di mana mata dengan menggurat merah?
Apakah di bibir kembang merekah?

Biar kupelihara bisu
Beri saja aku bibir manismu
Biar Tuhan yang Mahatahu

Kamis, 20 November 2014

Ocehan Angka


"Jangan beritahu aku ada disini..." Kau tahu aku sedang bersembunyi atau tepatnya berusaha menyembunyikan diri, mereka yang gila berjubah keemasan sedang mencariku, menjadikanku sebuah arti surgawi yang ujungnya aku menjadi tujuan hidup. Kau tahu aku sedang berlari, mereka yang bermahkota sedang mengejarku, menjadikanku sebagai sosok yang dapat membuat rasa lelah mengembara setelah beribu keringat dan dosa gugur saat melakoni sebuah pengembaraan besar-besaran yang berisi cerita peperangan ataupun dongeng ironi seperti tentang tumpah berjuta darah juga perasingan bagi yang kalah, yaitu perburuan tentangku. Benar saja jika segala cara mereka anggap tak akan menuai siksa dari yang Mahaasih atau mungkin mereka tahu apa sesungguhnya arti itu sebuah dosa namun enggan meyakininya dengan benar yakin. 

"Jangan beritahu aku ada disini..." Kau tahu ku tak sanggup lagi berlari, terbang dan berenang seperti figur dewa yang sering dibualkan keberadaannya melalui layar kaca atau mungkin juga melalui kertas sutera bergambar seperti aku. Kau tahu ku telah lelah diombang-ambing kesana-kesini kemudian kembali lagi tercabik-cabik bagai bulu merpati terjarah badai yang sedari dulu terlipat rapat-rapat dalam pergantian zaman ke zaman juga  musim ke musim. "Pukul aku sekencang mungkin saat mereka mulai menebar hawa nafsu di setiap penjuru cakrawala-- meluas dan merambat hingga ke sudut kosong pun semesta lari darinya-- hitam meranggas ke dinding-dinding memenuhi ruangan semesta kemudian menyesakkan lapisan kulit aorta dan menjadikannya penyakit berwabah berbahaya yang waktu penularannya hanya sekian kedip mata saja-- maka

Bunuh saja aku ketika mereka mulai mendekat..." Kau tahu ku tak sejernih penglihatanku di waktu aku baru dihadirkan ke dunia melalui mesin percetakan dahulu dan ya, itu sudah sangat dahulu. Lihatlah penglihatanku tak setajam pedangku saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar dan menjadikanku jalan jembatan untuk penggayuh mimpi suci mereka kala itu memang begitu sucilah mereka benar-benar penuh imaji yang saat ini telah mereka lupakan dan kubur dalam-dalam selubuk lautan. Dahulu mereka memiliki sayap kecil di dua sisi punggungnya yaitu haq dan batil membuatku berharap banyak saat kelak mereka tumbuh dewasa dengan meraih pucuk kemenangan dengan menumpas kebatilan yang membenalu di balik punggung sebelah kiri mereka atau malah akan lebih membuatku bahagia lagi jika keduanya akan mekar bersamaan hingga bayangan mereka menaungi lautan dan terbang menggapai angan-angan berjalan seimbang tanpa sedikit pun pincang karena ku yakin sang Khaliq tak mungkin menciptakan kebatilan tanpa sebuah tujuan. Pedangku maupun penglihatanku tak lagi bernilai kini.

Kau tahu mereka yang sekarang lebih menyukai aroma anyir yang mencekik selaput hidung mancung meski berbulu lebat sekalipun. Mereka lebih suka melihat seember darah tumpah dari tubuhku yang berwarna merah bersinar di mata rimbun hijau daun pisang mereka. Mereka tak menghendaki tubuh sekawanku yang ringkih untuk bersanding bersamaku yang mereka paksa untuk selalu perkasa selayaknya raksasa iblis bertubuh merah merata bergambar nominal angka sebanyak-banyaknya. Akulah angka, lihatlah merah yang mereka ciptakan sendiri demi mendapatkanku yang lebih merah dan terlebih-lebih merah lagi hingga semuanya merah dan hanya ada merah. Aku iri melihat kawan-kawanku di sana, dihargai meski berwarna putih mengkilap logam atau hijau rimbun samudera. Namun mereka yang di sana ada di kalangan yang berbeda sejak kasta itu ada. Mustahil aku bisa mereka dapat meski berjuang mereka hingga tulang melunak dan pikiran kerontang terperas habis melalui keringat. Kau tahu ada dinding besi kokoh di antara kami. Kami tak dapat lagi serupa pelangi di penghujung badai atau setandan mendung di derasnya terik matahari.

Entah sampai kapan aku harus bersembunyi sampai kapan merintih dalam doa dan dzikir agar semua orang bisa menikmatiku dan tak lagi menjadikanku alasan untuk sebuah pergulatan antar kasta. Akulah angka yang mereka cari hingga kini dan entah sampai kapan. Aku tak bisa memohon kepada-Nya untuk mencabut nyawaku karena aku memang sudah  lama mati dan hanya diperumpamakan hidup saja oleh pemikiran gila mereka tentangku. Aku ingin lenyap bersamaku yang lain.

"Kawan, lenyaplah bersamaku..."

Peperangan

Bebatuan bata saling tumpang
Tiada jendela berbingkai menyela tengah badan
Hanya kaku potret kehidupan tanpa balut selimut
Telanjang

Cinta maupun amarah tersuratkan
Remang si neon meringkih di pundak
Bebatuan bata menyeka buih asin
Bulir kecut setiap punggung yang bersandar
Menopang rekaman jejak tapak bertaburan
Terisak

Tinggal rindu mencabik kulit jantung
Banyak kata tersirat
"Dulu aku menebar hangat pada tuan dan nini. 
Menjalar hingga meradang patah kini. 
Saling dendam, jadikanku tak berarti lagi."

Memeriuk api itu kian menjadi pundi kelam
Tinggal rindu mencabik kulit jantung

Sekarat sudah
Tinggal jerit sepatah
"Hentikanlah!"



Rabu, 19 November 2014

Takdir Rembulan

Hawa rembulan memang memikat kala angin bersiur
Cahayanya gugur menerpa dedaunan melur
Berdesing-desing seperti badai yang mengguyur lebur
Tak seperti matahari yang pendarnya berangsur

Kiat-kiat para takabur yang pandai bertabir
Dan kufur yang menyelilit di sela-sela bibir
Menjerit kepada takdir yang mengalir:
"Aku sedang sekarat di tubir!"

Semula takdir tetap diam menggelontor
Cintanya hinggap pada pucuk awan bersama sekawan kondor
Menjawab teka-teki yang membising sembari berselonjor:
"Sayang, rembulan tak selebar daun kelor."


Surabaya, 19 November 2014

Sabtu, 08 November 2014

Just "Mezmerize" for this Fucking Days!


Kembali hati terbakar saat mengingat kekasih pernah manis manja dengan lelaki lain. Kembali gundah saat mengingat uang sewa kos harus segera kubayar. Kembali tangis haru saat mengingat suara ibu di ujung telepon, terlebih ketika beliau berucap, "Kuliah sing tenanan le, bayare larang. Ojo boros. Ojo lali sembahyang. Sing pinter yo le." Kuliah yang benar ya nak, bayarnya mahal. Jangan boros. Jangan lupa ibadah. Jadi anak yang pintar ya nak-- Duh bu, maafkan anakmu, semua arahan dan nasehatmu belum sama sekali bisa aku perbuat. Apalagi mengingat kelakuanku yang akhir-akhir ini bisa dikata amburadul. Berantakan. Sering bolos kuliah; boros di saat kebutuhan meledak; jarang beribadah; sering foya dan lain-lain. Maafkan anakmu bu, segala hal di hari-hari belakangan ini memang sangat menyulitkan. Seolah semuanya berjalan tanpa ada harapan. Aku kesulitan; kelabakan. Namun tak sebenarnya seperti itu. Ada hal yang perlu kuceritakan. Bukan tentang acara sinetron Indonesia yang semakin hari semakin hilang asal-usulnya. Tidak jelas. Ini tentang hiburan yang menurut saya benar-benar menghibur. Lewat lagu dari pemusik favorit. Meski dalam kesulitan, tetap kucoba ucap persetan dan membuang jauh kepenatan dengan sekadar mendengarkan bahkan ikut melafalkan. Secara suka-suka, seenak jidat. Tolong hapus ingatan kalian tentang intermezzo tidak penting di atas. Mari perhatikan hal-hal menyenangkan yang biasa disebut kebiasaan. Memang benar akhir-akhir ini hari-hari terasa sulit dijalani, tak segampang ocehan motivator penuh pencitraan, tetapi selalu ada solusi yang entah darimana datangnya. Menurutku itu akan datang saat kau benar-benar dalam keadaan buntu, putus asa, pasrah dan kau memilih untuk berhenti berpikir kembali tentang masalah yang sedang kau hadapi. Kemudian saat solusi itu datang secara tiba-tiba kau akan mengolok diri sendiri dengan kalimat: "Mengapa daritadi tidak begini atau begitu saja?", "Mengapa baru terpikirkan?" dan sebagainya. Hm, lagi-lagi bahasan yang tidak penting. Ngomong-ngomong soal solusi, ia akan datang saat kau berpikir santai, saat pikiranmu lepas tanpa paksaan untuk berpikir. Kembali ke topik kebiasaan. Kebiasaan yang menyenangkan akan membuat pikiran nyaman, santai bak sedang di pantai. Lalu apa kebiasaanku yang sekiranya dapat membuat pikiranku kembali santai dan yang kemudian dapat menghadirkan solusi saat ku dikepung masalah?-- Kalau hari-hari belakangan ini sih hanya kegaduhan yang dibuat oleh System of a Down. Grup band yang mengidentitaskan diri sebagai band bertajuk alternative metal itu memang gaduh dan riuh. Saya ingatkan, lagu-lagu dari mereka tidak ada yang enak didengar. Mereka selalu liar dan terkesan tanpa ampun saat membawakan lagu. Suara yang mistis dari front-man Serj Tankian dan tambahan vokal dari sang gitaris Daron Malakian yang membuat lagu mereka terdengar meriah. Tambah ngeri ketika sang bassis Shavo Odadjian menjadi backing vokal dengan nada suara yang tinggi. kemudian tabuhan drum yang menggebu oleh John Dolmayan membuat lengkap suasana mirip seperti penghancuran. Karena lirik-lirik mereka yang kental dengan ide, pandangan-pandangan tentang masalah-masalah sosial-politik, band keras ini pernah diartikelkan Kompas sebagai band anti kekerasan. Album mereka yang saat ini sedang kugilai adalah Mezmerize (2005). Album nomor urut dua dari belakang setelah Hypnotize (2005) ini pernah mendapat gelar Grammy Award pada tahun 2006 untuk penampilan hard rock terbaik. Lagu-lagu di dalamnya pun menurutku sangat menarik. Seperti Violent Pornography yang isinya mengarah pada perlawanan terhadap televisi. Terutama dalam hal korporasi besar atau komersialisme. Mungkin juga bentuk pemberontakan terhadap hal-hal mengenai kekerasan seksual pada tayangan televisi. Pengertian itu bisa kau temukan pada lirik "It's the violent pornography. The kind of shit you get on your TV" pada lagu ini. Melihat ironisnya tayangan televisi di Indonesia, andai saja di Indonesia ada grup band yang lagunya berisi tentang kritikan terhadap tayangan televisi, tentu akan sangat menarik dan menyeret penghargaan dari publiik. Kemudian lagu penggugah kekacauan yang lain yaitu B.Y.O.B (Bring Your Own Bombs). Lagu yang sudah dapat dikata sangat mainstream bagi kalangan pecinta musik rock. Juga lagu penenang yaitu Lost in Hollywood. Mengapa lagu penenang? Ya karena lagu ini yang menurutku paling tenang dan memang menenangkan setelah mendengar deretan lagu yang menegangkan. Lost in Hollywood dapat menjadi refleksi yang dingin setelah imajinasi terkoyak panas oleh lagu-lagu keras di album Mezmerize lainnya. Mezmerize memang tiada duanya, setidaknya untuk saat ini. Dan well, pada kenyataannya aku masih bisa menghadapi bahkan melewati masalah apapun meski terasa berat dan terasa penuh keputus asaan. Karena solusi siap didapat saat pikiran tenang, dan pikiran tenang siap didapat saat mendengar Mezmerize. Yeah!!!

Rabu, 05 November 2014

Daun 2

Tulang punggung bagi para partikel lainnya
Kutukan yang tak dapat kusangkal
Maka lebih terkutuklah aku
Jika aku hanya berbaring pada penyerahan

Tak peduli kau yang manis
Aku terguyur debu dan arang
Tersabit angin malam; tertusuk terik
Tak peduli apapun kau ganggu

Aku harus selalu terjaga, setiap detik
Hap-hap! Kusergap satu persatu butiran cahaya yang lewat
Kuolah, kemudian kupersembahkan
Agar ia dan kami tetap hidup


*Lanjutan puisi berjudul Daun

Kamis, 23 Oktober 2014

Semester Tiga

Semester tiga ini, kuliah tidak berjalan sebagaimana lumrahnya. Aku, semakin tidak karuan saja. Brutal, kacau, porak-poranda. Jarang mimpi basah, sering bertikai dengan kekasih, sering pesta miras, judi sampai pagi, begadang walau ada kuliah pagi, berakhir dengan bangun siang, kemudian berujung dengan membolos kuliah. Seperti malam (bedebah) ini, waktu ada janji nobar liga champion dengan teman sekelas dan teman-temannya teman sekelas. Tak tahu darimana pikiran kotor itu berawal dan berasal, akhirnya kami putuskan untuk patungan, beli miras. Air yang diyakini dapat memberi kedamaian duniawi, dapat digunakan sebagai alibi melupakan masalah duniawi, juga dapat digunakan sebagai penghilang rasa sakit pada gigi berlubang dan gusi bengkak.

Anjing! Aku benar-benar tak bisa menolak rogoh kocek ketika mereka menarikku uang patungan, terlebih ketika mendengar alasan yang terakhir tersebut. Gigiku sedang nut-nutan cuk! Aku ndak bisa berpikir jernih dan berpikir panjang-panjang, tolong jangan ajak bercanda ketika gigiku kumat, mendengar lalat terbang saja rasanya ingin bunuh orang. Serius! Sakit gigi bukan hal yang remeh temeh, tak ada hal yang menghibur, dibuat bergerak sakitnya minta ampun, apalagi diam, lebih minta ampun. Sendiri ataupun ada teman, berdiri ataupun berbaring, tak ada yang manjur. Hanya bisa menggeliat seperti cacing panggang, berjalan mondar-mandir sambil memegangi pipi dan bilang jancuk! Cuk! Mari o cuk!, ada keinginan untuk lompat salto, pukul muka orang, cekik leher mantannya pacar, tendang tembok, bahkan menyilet tangan sendiri. Semuanya amburadul, kapal pecah, pesawat tempur meledak, kampus kebakaran, tabrakan beruntun, bahkan sinetron Indonesia, semua kekacauan menjadi satu dan sontak menyeruak di dalam kepala. Bahkan lebih kacau dari sekadar semua itu. Antartika meleleh, Amazon banjir, Berlin ambruk, atau apalah. Pokoknya sakit gigi itu jancuk, ngerti o!

Masih banyak lagi kebedebahan di semester tiga. Urusan percintaan misalnya, tentu pertikaian yang terjadi dalam hubungan adalah hal lazim, tetapi sekarang ini beda seperti sebelumnya, bahkan hanya gara-gara hal sepele kita bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk saling bermaaf-maafan. Mungkin dimulai sejak orang tua kekasihku pindah ke luar pulau, dan kami harus berjuang sekuat tenaga agar kekasihku tak ikut pindah kesana. Semuanya tampak lebih berat. Melihat kejanggalan di raut wajahnya, tentu bukan hal yang menyenangkan.

Aku tahu ia sangat berat merelakan dirinya tetap disini bersamaku, tetapi aku juga lebih merasa keberatan jika harus merelakan dirinya meninggalkanku. Soal itu, aku tak yakin hubungan kami bisa bertahan jika ia benar-benar harus pindah atau, mungkin akan tetap bertahan walau jarak membentang namun tentu masing-masing dari kita akan sangat mati-matian bertahan menahan kerinduan nantinya. Persetan dengan omongan orang bijak, cinta itu butuh pertemuan cuk! Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Jadi, tenang yo sayang, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Hingga kapanpun dan bagaimanapun keadaannya. Maka pak, buk, aku minta doa restu kalian untuk menjaga anak bapak dan ibu disini. Izinkan kami menjalani apapun berdua hingga kapanpun. Kumohon. Aku berjanji tidak akan mengecawakan kalian. Atas izinnya, saya ucapkan terimakasih banyak. :)
O ya, lebih miris lagi urusan keuangan. Aku harus rela membuang jauh rasa malu dan mengharap rasa iba dari teman sekelas agar dipinjami berapa ratus ribu untuk hidup seminggu. Bagaimana tidak? Jatah sanguku sudah habis seminggu lebih awal. Semester tiga ini aku memang lebih boros dari semester sebelumnya. Lebih banyak kebutuhan tepatnya, padahal sudah coba mengirit dengan tidak membeli buku perkuliahan dalam bentuk apapun. Tetapi tetap saja, belum lagi harus segera bayar kosan, dinaikkan pula biaya kamarnya, katanya sih, alasan listrik yang naik gara-gara teman sekelas sering main game di laptop dan menurutku itulah alasan terbodoh yang pernah dicakap mulut bedebah para ibu kos.

Memang tiada yang lebih memuakkan daripada muka ibu kosan. Bisa jadi aku akan kelabakan bayar hutang ke temanku nantinya. Belum lagi ada mata kuliah yang mengharuskan untuk melakukan penelitian bahasa ke luar pulau di akhir bulan nanti, dan biayanya tidak murah pula, njing! Aku harus bagaimana? Mungkin jika tak ada kekasihku disini, maka aku sudah cuti satu semester untuk mencari pekerjaan dan menenangkan pikiran yang hampir bisa dikatakan tidak waras ini. Satu lagi, hutang pulsa ke teman sekelas perempuan juga sudah menumpuk! Pusing banget cuk! *Ndang cepet ta lah rek nek tuku ombenan. Gigiku wis kumat parah!!!-- Lhoalah.. Mene onok kuliah isuk. Bolos maneh wis. Fuck! O:)

Rabu, 22 Oktober 2014

Tuang - Tenggak

Seperti sakit yang kau tuang
Mengambang seperti sandal tanpa pasangan
Seketika kutenggak
Kutenggak!
Lubang pipi kerontang
Kisut keriput dehidrasi sela jemari
Mimpi menancap bulat beraksara nisan
Urat leher yang kemudian mencekik
Gundah membuncah kala sakit lagi kau tuang
Geram kugenggam
Dan kutenggak
Kutenggak!
Riak yang mengulum habis kesabaran
Dendam mengelabuhi palung rindu
Hitam menyelimuti rerumputan pada awan
Ketika kembali kau tuang
Lagi kutenggak
Kutenggak!
Butiran manis; botol nan halus; asap padat
Gigi bocor; akal sehat; iman berotot
Kutenggak!
Habislah sudah
Kureguk, dan kutenggak
Maka seberapapun kau tuang
Dengan senang hati kutenggak
Kutenggak!

Kamis, 16 Oktober 2014

Budak Sungai



Entah apa yang membuatku betah lama-lama menunggunya di pinggiran sungai seperti ini, mungkin lengkuk tubuhnya, derai rambut yang ia biarkan terurai hingga setengah badan. Oh, mungin juga dua belahan yang tak mungkin bisa diabaikan begitu saja oleh pandangan para pria desa sepertiku. Dada dan tulang ekor yang menggoda itu. Tak sabar ingin segera kulahab dengan mantabnya. Tak peduli binatang buas yang katanya dapat menelanku utuh tanpa ampun; penunggu sungai yang katanya sedang mencari budak baru; bapak-bapak penjaga pos ronda yang biasanya keliling desa untuk memastikan bahwa desa benar-benar aman. Aku mana peduli? Aku sudah ereksi sejam dua jam yang lalu. Membayangkan ia datang dan memelukku dari belakang dan payudaranya yang menggembul menggemaskan itu akan menghangatkan punggungku. Oh Yulia. Segeralah datang, abang sudah lama menunggumu.

Sudah setengah bungkus asap kretek kutelan. Bau minyak wangi oplosan di bajuku juga sudah mulai luntur. Aku mulai mengingat omongan warga yang menyebutkan bahwa penunggu sungai dekat tempatku singgah ini sedang mencari tumbal untuk dijadikan penggawa istananya. Namanya sungai Denai. Kata mereka, biasanya mereka langsung saja membawa korban, tetapi ada juga yang menyamar menjadi manusia terebih dahulu kemudian merayunya dengan sihir gaib dan sang korban akan hilang kesadaran begitu saja. Dan orang yang dijadikan samaran biasanya diambil sekalian rohnya. Di desaku memang sudah ada sekitar tujuh pria yang kabarnya digondol oleh sang penunggu. Sebagian percaya, tetapi para pemuda seperti aku malah girang akan berita tersebut. Karena dengan begitu, kita dengan leluasa dapat menggunakan tempat ini untuk berbuat hal-hal tidak senonoh. Seperti yang akan kulakukan saat ini. Oh, soal orang-orang yang hilang tadi, aku percaya bahwa binatang buaslah yang menelan mereka secara utuh-- Rokokku tinggal sebatang, ia belum datang juga. Sialan! Jangan-jangan ia menipuku. Mana mau dia bercinta denganku? Pemuda yang dikata pas-pasan, dompet amatir, bahkan pengalaman bercinta yang masih nol. Tidak tidak tidak! Ia pasti sempat lupa ada janji denganku disini, dan setelah ia mengingatnya, ia akan kebingungan untuk berdandan secantik mungkin, atau mungkin, ia masih membantu ibunya mengemas barang dagangan yang biasanya memang tutup jam delapan malam. Hey! Ini sudah jam sembilan malam! Sialan! Mungkin ia memang melupakan janji denganku dan kencan dengan anak kepala desa yang pasti juga menggilainya. Setelah kupikir-pikir, sebaiknya aku segera pulang, melampiaskan nafsuku dengan onani di kamar mandi. Aku mana tahu jika ada sekumpulan binatang buas yang kelaparan sedang asyik mengintai mangsanya. Aku. Ah tidak! Kenapa tidak kuhabiskan dulu saja rokokku, lagi pula pemandangan di sekitar sini cukup melegakan. Mungkin juga para binatang buas sedang menghabiskan sisa-sisa tulang mangsanya hasil perburuan kemarin, sehingga malam ini mereka cukup menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan di sarang sambil mengelus perut saja.

Kutengok arloji klasikku, sudah setengah sepuluh malam. Rokok amblas, badan apek, mata ngantuk dan dingin malam ini munkin cukup untuk dapat mendinginkan air mendidih hanya dalam hitungan menit saja. Sudah cukup, Yulia. Aku pulang. Aku beranjak dari tempat terkutuk itu. Berjalan sambil bersiul mengusir penat-- Siapa itu? Tubuhnya seperti Yulia, bahkan lebih aduhai. Wajahnya samar-samar memang mirip sekali dengannya, bahkan lebih menggoda. Beginikah ia saat rembulan pada tanggal limabelas menyoroti wajahnya lewat celah-celah dedaunan yang bergoyang terhembus angin malam? Aku meladeni rasa penasaranku dengan menghampirinya pelan-pelan. Ia menatapku, bibirnya senyum membuat pipi lembabnya terangkat. Semakin dekat, sudah sangat dekat.

"Kenapa tadi tidak langsung ke pinggiran saja?" Sapaku
"Aku hanya ingin melihat seberapa besar kesabaran abang saja, ternyata abang memang telaten ya? Hehe" Jawabnya dengan suara lirih nan menggoda

Tanpa basa-basi aku langsung menggandeng tangannya kemudian kembali ke tempatku menunggu lama tadi. Pinggiran sungai. Setelah sampai kurebahkan ia di hadapanku. Aku memandanginya sejenak, memang butuh waktu untuk mempercayai semua ini.

"Tunggu apa lagi bang?" Rayunya

Kulumat semua bagian tubuhnya, aku buas, bahkan lebih buas dari binatang yang paling buas. Tak peduli dingin, kotor, bau amis, tak peduli apapun. Ini adalah kali pertamanya aku dapat merealisasikan imajinasi-imajinasi yang sering kupakai saat onani. Benar-benar megah. Tak dapat kubayangkan semua ini akan berakhir.

***

Sudah esok hari, aku bangun dari tempat yang bahkan tak kukenali. Aku kebingungan, ling-lung, tak tahu siapa-siapa dan tak tahu apa-apa. Setelah tengak-tengok kesana-kemari, aku putuskan saja untuk pulang ke rumah. Untung saja jalanan yang sedang kulalui tampak tak terlalu asing. Aku lega, tampak warung kopi di depan. Adalah warung kopi langgananku. Ah, mampir dulu saja, mumpung masih begitu pagi, karena akan sangat nyaman sekali bila ngopi dengan suasana sejuk dan sepi seperti pagi ini. Aku duduk kemudian membaca koran yang mungkin baru saja dilempar oleh kurir. Aku memang selalu membaca koran terlebih dahulu sebelum memesan kopi hitam kesukaanku. Aku sama sekali tak merasakan ada yang aneh di sekitarku, walaupun pak Dadang pemilik warung terlihat diam saja, tidak seperti biasanya. Mungkin masih terlalu pagi, beliau mungkin masih merasa ngantuk yang luar biasa. Atau mungkin, beliau masih ingin bercumbu dengan istri barunya. Ha-ha-ha-- Aku melanjutkan aktivitasku membaca koran saja tanpa mempedulikan diamnya pak Dadang. Kubaca berita tentang olahraga, itu-itu saja. Kemudian politik, sama sekali tak ada yang menarik dan terakhir, kubuka halaman tentang kasus-kasus tentang kejahatan maupun kejadian-kajadian yang bisa menyebabkan orang mati mengenaskan. Mataku terbelalak; jantungku meledak-ledak; pikiran tersentak-sentak. Berita itu memuat tentang korban penunggu sungai Denai, tempat mesumku dengan Yulia malam itu. Juga mayat gadis yang ditemukan mengambang di hilir sungai. Tak lain lagi gadis itu adalah Yulia. Aku menangis, tak tahu harus berbuat apa, aku benar-benar tak percaya Yulia mati dengan cara mengenaskan seperti itu. Aku tak percaya bahwa aku sudah tidak bisa menikmati molek tubuhnya lagi.  Oh tidak! Gadis malam itu bukanlah Yulia yang asli. Dan yang masih tak dapat kupercaya hingga sekarang ini, aku sudah resmi menjadi budak di istana penunggu sungai Denai.

Jumat, 26 September 2014

Daun

Kau terpenjara oleh ranting;
Kakimu teikat
Rupa-rupanya kau tak bisa berontak
Haram jua dalam berkalimat
Hanya menggosok tubuhmu dengan-mu yang lain
Meronta dan menggeliat di tempat agar kau cepat gugur
Namun seseuatu berbicara lain
Membuat pelepah itu lupa siapa dirinya
Sedang parasmu masih belia
Kau berharap segerombolan predator memakanmu
Agar kau bisa mati dan melupakan semuanya
Tanpa melawan takdir yang menancap samar dalam tanah


Sabtu, 20 September 2014

Kopi Pagi

Mana peduli buku pelajaran pagi, coba saja untuk beralih pergi; gali hasrat duniawi, lupakan otak keladi, ia bukan sejatinya inspirasi, bukan pula soal imajinasi, buang gundah akan begitu banyak caci, temui dirimu sendiri, kemudian basahi mata dengan syair-syair kopi.


Surabaya, 21 September
Dan akhirnya aku lebih memilih ngopi di kantin daripada mengikuti kuliah pagi

Kamis, 18 September 2014

Siklus Sajak-sajak

Tatapannya hinggap teduh
Bahkan ketika berawang-awang
Berkisar jutaan sajak gemulai
Kepayang dibuai sepoi
Beriringan tawa bawa cinta
Menyebar ke seluruh alam
Melahap setiap sudut kosong semesta
Para sajak menyisir samudera belai awan-awan
Memetik ranum buah mendung
Sementara waktu mereka saling melepaskan
Kemudian hempaskan tubuhnya hingga deras
Tiada yang luput, cinta maupun dosa terbasahi
Kembali sajak-sajak menjadi para sajak
Menyatu kembali dalam aliran
Berhanyut hingga arus itu berakhir
Dan berdenyut hingga siklus itu berhenti

Penggali Kubur

Tuan, lelaki tua bermahkotakan senja yang kian luntur
Hilir keringat mengalir di tengah kubur
Mengais mimpi; terus mengais hinga lebur
Tak mungkin cahaya itu gugur
Tak mungkin secepat itu harapan hancur

Tetapi tuan, kau tampak lelah
Matamu berdarah-darah
Lidahmu bernanah-nanah
Lehermu geliat daki dan goresan tanah
Tulang yang hampir patah
Tuan, segeralah

Oh tuan, mereka mulai mendekat!
Menyingkirlah cepat! 
Tertawalah sejenak, tengok mereka yang sedang bermunajat
Beberapa waktu kemudian, kembalilah erat
Raih cangkulmu dan singkirkan itu mayat
Oh jangan lupa tuan, hadapkan ia ke barat

Senin, 11 Agustus 2014

Tamat Riwayat

Kala sejuk itu selalu kuingat
Rumput abu-abu berombak padat
Disana membentuk lingkaran kurang bulat, kita duduk berempat
Berceloteh omong kosong coba usir penat
Kita selalu percaya bahwa esensi alkohol dapat menyekat
Maka bir pun melekat
Tak peduli pekat maupun dihujat
Kita sama-sama tahu; kita sedang tak dapat dihambat
Kala itu kita tengah asyik penuh hikmat
Terkekeh saja kita dengan saling melihat
Pikir kita muda, sedangkan mereka sudah berkarat
Hingga salah satu dari kita sekarat
Hingga ia dan riwayat itu tamat
Benar, benar-benar tamat

Minggu, 10 Agustus 2014

Oh Bulan

Sudah hampir pagi ya? Oh Tuhan, mengapa harus berakhir setragis ini? Malam tak berbintang namun cukup terang dengan satu bulan saja. Lagipula.. Hai, bulan! Mau kemana? Mau tidur? Mengapa harus buru-buru? Mengapa tak kau habiskan dulu secangkir kopi ini bersamaku? Ayolah... Tak perlu malu. Kau tak lebih buruk dariku. Aku tahu kau juga sangat merindukanku. Sejak kapan kau menjadi manja begitu? Baru dua bulan lebih tak bertemu saja sudah lupa bagaimana aku. Aku mana bisa begadang sendiri tanpa temanimu? Tentu kau ingat sesuatu tentangku, bukan? Tepat sekali, ini aku bulan, kekasihmu. Tentu kau tahu, hanya aku yang selalu merindukanmu sebagai seorang pungguk. Tempatku dan singgasanamu begitu jauh. Lalu apa? Apa yang bisa dilakukan oleh seorang pungguk selain merindu? Kumohon, untuk malam ini saja. Mari berbincang soal apapun yang kau mau. Apapun itu asal kau tak mendahuluiku. Hai bulan? Kenapa diam saja? Oh tidak. Kau benar-benar telah tertidur? Mengapa bisa, bulan? Mengapa tak kau.... Hm, lupakan. Baiklah bulan, kudoakan saja semoga kau mendengar ini semua dalam mimpimu. Ketahuilah, aku sedang berjuang keras menahan rinduku padamu, rindu tak berujung saat sedang jauh seperti ini. Tak peduli 'kan kau temani melewati malam sampai benar-benar pagi atau tidak, aku akan selalu mencintaimu. Selamat tidur, bulan. Biarkan aku berandai-andai dapat mencium keningmu sebelum tidur. Tidurlah.

Temu Hujanku

Lututku tekuk gigil lidahku
Setiap tetes itu telah menyita pandangku
Satu, dua, puluhan bahkan jutaan dari mereka temaniku
Hingga entah keberapa tetes belum juga basahku
Beralih ke atap itu pandangku
Oh bukan, mungkin ada sesuatu diatas atap itu
Jelas mereka dengarku
Tak banyak tungguku
Sedangkan sebasah ini kurindu
Aku melebur hingga seleburnyaku
Sesekali mereka belaiku, pelukku
Ke dalam saku sebagian dari mereka rengkuhku
Beberapa butir saja mungkin cukup ambilku
Kemudianku:
"Hey! Lama tak jumpa kawan!" teriak sekencangku

Jumat, 08 Agustus 2014

Dewi Tak Lagi Surgawi

Bayangkan saja kau tetap menari
Bulan itu kini tak lagi milikmu, Dewi
Engkau yang kini tengah bermimpi
Kini engkau bukan lagi surgawi
Mengapa tak letih terseok kesana-kemari
Lupakan, Dewi
Bulan itu telah pergi
Sayap-sayap itu telah mati
Menari saja tanpa henti
Meski sekelilingmu tak lagi melati
Usir gundahmu, Dewi
Mungkin mereka sudah lelah menemanimu sampai pagi
Oh, apa mungkin kau bukan lagi seorang Dewi?
Apa mungkin tubuhmu tak legit kini?
Bagaimana dengan aroma bibirmu, apa masih mewangi?
Kau sudah keriput, Nyi!
Usahkan waktumu berganti
Lupakan, Nyi!
Menjadi seorang pelacur bukan lagi berarti
Matilah, Nyi!

Punk Rock Bernuansa Cowboy sedang Berkuda (Social Distortion)


Punk Rockstar's Jumping

Dalam kalangan anak muda, biasanya punk rock lebih dominan di minati ketimbang sub-genre rock lainnya, karena dengan gaya aliran ini yang sangat agresif, menggambarkan jiwa muda yang pemberani dan sebagai jiwa pemberontak. Dan punk rock seakan telah melekat dan telah menjadi bagian penting dari semangat kaum muda yang dinamis dan energik. Maklum lah, darah muda bung!

Personil Social Distortion

Adapun band-band pentolan punk rock yang cadas sesuai khas dan ciri mereka masing-masing, Social Distortion misalnya. Social Distortion adalah sebuah band punk rock Amerika yang dibentuk pada tahun 1978 di Fullerton, California. Band ini saat ini terdiri dari Mike Ness (vokal, gitar), Jonny Wickersham (gitar, backing vokal), Brent Harding (bass, backing vokal), dan David Hidalgo, Jr (drum). Band bertajuk punk rock atau rockabilly dengan suara punk melodic yang jelas dan yang khas dari mereka sendiri. Musik dari band ini sangat dipengaruhi oleh Johnny Cash, Bob Dylan, Eddie Cochran, The Rolling Stones, The Sex Pistols, The Clash, New York Dolls, Johnny Thunders, dan The Ramones. Dan telah mempengaruhi band-band seperti Pennywise, Face To Face, Green Day, Rise Against The Machine, Blink-182, Pearl Jam, Rancid, The Offspring, Thrice dan ada yang pernah bilang bahwa band ini juga sangat mempengaruhi band punk rock legendaris asal Indonesia, Superman Is Dead. Band ini mulai bermain dengan band-band yang satu wilayah dengannya di Orange County, California, seperti The Adolescents, Cina White, Shattered Faith, TSOL dan The Crowd sebagai bagian dari gerakan hardcore yang baru lahir. Musik itu cepat, menghentak dan energik

Jika ditanya menurut pribadi, saya senang menyebut Social Distortion sebagai band rock pacuan kuda. Karena musiknya yang berpacu, cepat dan teratur seperti suara seorang cowboy berkuda yang siap berperang dengan pistol dan talinya. Apalagi saat mendengar hentakan lagu-lagu dari album Greatest Hits mereka yaitu: Mommy's Little Monster, Reach For The Sky, Ring Of Fire, Bad Luck, Story Of My Life dan lain-lain.

Mommy's Little Monster
Mommy's Little Monster
Mommy's Little Monster
Cover Album Greatest Hits

Benar-benar seperti sedang terseret ke dalam padang tandus penuh bebatuan (Rocks) di Amerika utara sana. Dan saat ini saya sedang menggilai album baru mereka yang berjudul Hard Times And Nusery Rhymes. Lagu-lagu dalam album ini mereka kemas lebih rapi dan terdengar sedikit kurang liar dari lagu-lagu dalam album-album mereka sebelumnya. Namun tetap saja, seberapapun kadar liarnya, musik punk rock tetap menakjubkan. 
Jangan terlalu cepat menanggapi, toh ini semua hanya soal sensasi. Tentu anda boleh juga membeberkan sensasi apa saja yang anda rasakan saat mendengar lantunan hangat dari mereka. Tetapi tentunya, anda tak akan menyangkal bahwa mereka memang hebat, kan?

Minggu, 20 Juli 2014

Gitaris terunik sepanjang masa (Angus Young)

Angus McKinnon Young adalah gitaris sekaligus penulis lagu dari band hard rock agung asal Australia, AC/DC. Dia terkenal karena penampilannya yang luar biasa energik dan majalah Rolling Stone memberi peringkat Young sebagai gitaris terbesar ke-24 sepanjang masa. Berikut adalah beberapa keunikan rockstar berikut yang membuat saya takjub:


1. Angus Young gemar memakai gaya "duck walk" saat manggung. Gaya duck walk berarti berjalan dan bertingkah seperti bebek. Adapun yang pernah mempopulerkan gaya ini yaitu rocker handal tahun 70an, Chuck Berry:

Chuck Berry's duck walk
Angus Young's duck walk


2. Angus Young terkenal dengan kejenakaannya dan liar pada saat di panggung dengan melompat intens dan berjalan bolak-balik melintasi kerumunan penonton. Ya, dia sangat bersahabat: 

Hey! Minta dihajar?
Saat mengitari penonton


3. Bertingkah seperti orang sedang kejang, di mana ia melemparkan dirinya ke tanah, menendang, gemetar, dan berputar-putar sambil bermain gitar:

Awas!!
Don't touch him!


4. Mengenakan pakaian mirip seragam sekolah saat manggung. Ini yang paling khas darinya dan yang paling saya sukai, bagiku itu keren dan menarik, bukankah pakaian yang menggemaskan sangat kontras dengan dunia musik rock? Bukankah biasanya rockstar manapun senang mengenakan pakaian yang terkesan cadas? Dan Angus membuktikan bahwa rockstar tak harus berpakaian serba cadas. Padahal, kurang cadas bagaimana lagi sih dia? Lihat saja:

Cadas sekaligus menggemaskan bukan?
Dan beliau sangat konsisten terhadap cara berpakaiannya:


Hey! Kakek lupa umur?


5. Dia selalu terlihat tampan dan lucu dengan gaya liarnya. Meski terkesan berantakan dan ugal - ugalan, tapi dia tetap menakjubkan. Ya memang itu, yang liar memang selalu menakjubkan:


Oh, Tuhan memberkatimu, nak.



Sangat mengesankan bukan? Terlebih ketika anda melihatnya dengan mata kepala anda sendiri. Dialah gitaris terunik sepanjang masa bagiku. Dan, suatu kehormatan bisa mengagumimu, pak!

Rabu, 16 Juli 2014

Sensasi keromantisan ala Ramones (Baby, I Love You)

Segala hal yang berpaut dengan cinta pasti tak seorangpun tolol tentangnya. Siapapun pasti pernah sekadar memperbincangkan, menyimpulkan, bahkan merasakan soal cinta. Sesekali ada yang mengatakan cinta itu perkara yang rumit dan memuakkan, ada juga yang mengatakan cinta itu simple dan menyenangkan. Ada yang katanya mencinta dengan biasa dan monoton, ada juga yang katanya mencinta dengan luar biasa dan liarnya. Oh, ada juga yang mencintai bahkan mengutuk cinta itu sendiri. Entahlah, mungkin karena terkadang cinta itu menganugerahkan banyak hal, dan terkadang cinta juga merenggut banyak hal. Ada seseorang mengatakan, bahwa cinta lebih mirip dengan jaring - jaring makanan, ia tak akan segan mencakup siapa saja, apa saja dan dimana saja. Tak terkecuali Tuhan sekalipun. Ya, cinta memang memiliki jangkauan seluas itu, bahkan tak terbatas.

Soal cinta, siapapun bisa mengekspresikannya lewat apapun, lewat lagu misalnya. Maka lagu - lagu bernuansa cinta pun akan sangat sulit dihindari. Dan disini, saya akan sedikit berbagi tentang lagu cinta terfavorit saya. Lagu tersebut adalah "Baby, I Love You" yang dibawakan oleh band rock legendaris The Ramones dalam albumnya yang berjudul "End Of The Century". 

Sumber gambar: www.musicstack.com

Sebenarnya lagu ini ditulis oleh Phil Spector, Jeff Barry dan Ellie Greenwich dan awalnya direkam pada tahun 1963 oleh American girl gorup, The Ronettes. Lagu dengan lirik yang sederhana, bahkan terkesan sangat mainstream karena tak membutuhkan waktu lama untuk memahami isi lirik.

Berikut liriknya: 

Have I ever told you
How good it feels to hold you
It isn't easy to explain
And though I'm really trying
I think I may start crying
My heart can't wait another day
When you kiss me I just gotta
Kiss me I just gotta
Kiss me I just gotta say
Baby, I love you
C'mon baby
Baby, I love you
Baby, I love, I love only you
I can't live without you
I love everything about you
I can't help it if I feel this way
Oh, I'm so glad I found you
I want my arms around you
I love to hear you call my name
Oh, tell me that you feel
Tell me that you feel
Tell me that you feel the same
Baby, I love you
C'mon baby
Baby, I love you
Baby, I love, I love only you
Sumber lirik: www.metrolyrics.com

Sejujurnya, saya menyukainya karena terdengar begitu epik saat dibawakan oleh The Ramones. Anda akan merasakan hal yang berbeda saat mendengar lagu ini, karena mereka memainkannya dengan instrumen yang sayu dan memikat, namun tetap konsisiten dan kental dengan aroma khas rock n roll yang liar ala Ramones, meski tak seliar lagu-lagu mereka yang lain dalam album ini, seperti "Blitzkrieg Bop", "Rock 'n' Roll High School" dan "Do You Remember Rock 'n' Roll Radio?". Dan terlebih apabila anda mendengar lagu ini ketika anda sedang kasmaran dan sangat mencintai seseorang seperti saya saat ini. Lagu dengan lirik sederhana ini akan terdengar menakjubkan dan membuatmu kepayang. Dan anda akan mendapati sensasi keromantisan yang jarang anda temui di lagu - lagu cinta lainnya, karena lagu ini akan menerbangkan anda masuk ke dalam ranah cinta anda sendiri. Tentunya dengan warna yang beragam, tergantung kadar cinta yang anda miliki. Semakin besar, maka semakin indah dan membahagiakan. Jadi, silahkan mendengarkan lagu ini dengan warna dan kadar cinta kalian masing - masing, dan masuklah ke dalam ranah cinta anda sendiri, kemudian ketahuilah seberapa megah ranah cinta itu.

Anda bisa juga menikmati lagu ini lewat Youtube:

Catatan: Dalam menjalani sebuah hidup, tentu siapapun tak akan pernah luput dari sentuhan cinta. Atau siapapun bisa dikatakan hidup bila ia sanggup merasakan cinta. Karena cinta adalah hidup itu sendiri, dan hidup adalah hal besar yang patut disyukurkan. Ya, cinta adalah hidup.







Rock N Roll

Buka matamu, nak!
Jalanmu kian licin, penuh lubang dan berpasir
Pikiranmu penuh coretan angka dan rerobekan kertas
Mulutmu seakan berbusa penuh ronta

Oh, lehermu kini menggunung

Lihatlah mereka disekeliling
Bising dan bertaring
Menyeret dengan terkekeh
Menumpang - tindih bak penguasa rimba

Lalu apa?

Buka matamu, nak!
Berteriaklah dengan berdistorsi!
Guncang dengan membakar! dan
Gulung dengan menghajar!

Senin, 09 Juni 2014

Great, Opa!


Ketika bosan dengan tugas kuliah. Pacar udah tidur duluan dan sedangkan aku masih kepikiran hutang di warung gang sebelah. Maka kuputuskan untuk ber-facebook ria dan secara tidak sengaja nemu ini di beranda.


Ozzy Osbourne offers some brutally honest revelations about his life in a brand-new interview, including admitting he "was a bad father" and "an abusive husband."
Sumber gambar: Facebook Page: Loudwire
 
Orang di atas adalah Ozzy Osbourne, pelopor band bertajuk thrash metal, Black Sabbath.
Lihat dan baca baik-baik! Orang sedahsyat Ozzy Osbourne saja masih merasa memiliki banyak kekurangan. Merasa memiliki banyak kekurangan bukan berarti merasa serba kekurangan. Yang saya maksud disini adalah tahu diri, bukan takabur. Kalau dalam bahasa jawa, eling atau ingat. Ozzy merasa bahwa dirinya adalah ayah yang buruk dan suami yang kasar. Dia bahkan tak peduli dengan siapapun yang bakal mengolok-oloknya. Bagiku itu hebat! Jika kita lihat kebanyakan manusia jaman sekarang, banyak dari mereka yang enggan membeberkan keburukan mereka, tetapi malah menyombongkan hal-hal tak penting ataupun lelucon yang menurut mereka itu memesona. Haha, lihat dan tirulah seseorang yang sering dipanggil dewa kegelapan ini, kawan!

Aku Bukan Pengecut!



Tengah malam itu sangat sepi, segalanya sepi. Tak seperti malam biasanya saat aku baru bangun tidur tengah malam seperti ini. Coba siapapun bayangkan, betapa tabu jika ketika pertama kau membuka mata dari lelapmu, dan kau tak mendengar suara apa-apa, bahkan suara jangkrik yang biasanya jemangkrik sangatlah sulit kau jamah dengan pendengaran telanjang; semak-semak yang biasanya gemrisik diterpa anginpun ikut-ikutan senyap. Aku hanya mendengar suara remang-remang lagu dari grup band rock Social Distortion yang mungkin berasal dari sebuah headset yang kupasang di telingaku sebelum aku tidur tadi sore; yang kini telah lepas dari telingaku. Ya, memang benar-- Ya, aku memang tak bisa tidur jika tak mengenakan headset untuk mendengarkan lagu-lagu bernuansa rock, maka sebelum tidur, aku selalu memasang erat benda tersebut sesaat sebelum terlelap, dan pada saat bangun, aku selalu menemui headsetku telah terlepas. Segeralah aku mengambil ponsel tempat kutancapkan headset tadi dan mematikan pemutar suara. Nah, sekarang baru, tak ada suara apapun. Benar-benar senyap dan mencekam. Jika kubilang, ini seperti kota berhantu yang sama sekali tak berpenghuni. Entahlah, mungkin tak seseram itu. Aku segera beranjak dari tempat tidurku; melepas semua pakaianku; meraih handuk dan menuju kamar mandi. Tak usah heran, aku memang memiliki kebiasaan mandi tengah malam seperti ini. Setelah mandi, aku keluar untuk mencari makan tengah malam. Kebetulan, di daerah yang aku tempati kini, selalu ada penjual nasi goreng hingga pun tengah malam langgananku. Maka aku tak perlu bingung-bingung ketakutan kelaparan di tengah malam sepi seperti ini. 

Tengah malam itu aku jalan kaki. Benar-benar sepi, seperti kota yang setengah penduduknya adalah vampire, sehingga para manusia enggan keluar tengah malam seperti ini, bahkan jauh sebelum tengah malam hari. Mungkin para ayah dan ibu sedang sibuk menidurkan para buyungnya sembari menyandang golok di tangan dengan maksud berjaga-jaga, mungkin ada juga yang sibuk memasang beberapa balokan kayu di pintu dan jendela dengan maksud supaya vampire tidak bisa masuk dalam rumahnya dan mungkin, ada yang bersujud sembari memegangi kaki patung dalam gereja yang dianggapnya bisa melindunginya dari serangan vampire. Dan kalaupun ada yang di luar, mungkin itu hanya beberapa gelandangan berrambut panjang gimbal yang menyanyi-nyanyi di pinggiran jalan kota di samping tong sampah sembari menghisap asap rokok bekas yang mereka punguti dari tong sampah di dekatnya, seakan-akan menantang para vampire untuk segera menebas mereka. Namun nyatanya, mereka malah selalu terlihat aman dan tak ada satupun gelandangan yang diberitakan mati disantap vampire. Apa iya vampire itu mirip manusia? Makan saja kok pilih-pilih?

Entahlah, mungkin kesepian bukanlah halangan bagi mereka yang merasa lapar, bahkan kelaparan, seperti aku. Aku berjalan seorang diri menyusuri gang yang sempit dan anyir. Oh ya, sepi. Aku menuju warung penjual nasi goreng yang biasanya kusinggahi tengah malam seperti ini. Aku memesan satu piring nasgor dan melahapnya seperti vampire yang baru bangun setelah ribuan tahun berhibernasi. Beratus-ratus butir nasi goreng habis tanpa sisa. Setelah makan, aku menuju warung kopi di pinggir jalan raya. Mungkin di sana lebih ramai, pikirku. Sesampainya di sana. Sialan! Lagi-lagi sepi. Ah, nikmati saja, toh mungkin kesepian bukan halangan bagi mereka yang ingin menikmati malam dengan ber-caffeine ria di warung kopi langganan, seperti aku. Setelah memesan kopi, aku duduk bersila di bangku luas berbahan dasar bambu. Aku mengirim pesan singkat kepada kekasihku yang mungkin kini telah asyik bermimpi denganku. “Sayang, aku rindu.” Kenapa? aku toh memang dalam keadaan sangat merinduinya setelah beberapa hari tanpa temu. Kemudian membaca koran; sejenak menyulut rokok; sesekali menyibak rambut yang menutupi keningku; meludah ke arah got jika bosan. Ya, bosan. Di Koran tak ada yang menarik, sudah keseribukiankalinya aku membaca kasus pencabulan di bawah umur. Memuakkan. Kembali kuludahi got di sampingku. Kulipat koran kemudian kuletakkan. Kemudian ku pergi setelah membayar secawan kopi dan beberapa batang rokok yang telah kubakar dan kuhisap tadi. 

Pulang saja, berjalan lagi. Seperti pemburu vampire— Oh bukan, sejujurnya aku malah lebih suka dikata sebagai vampire yang berbalik memburu para pemburunya. Aku pasti akan sangat bangga dengan diriku sendiri. Aku akan melindungi dan mempertahankan garis ras keturunanku supaya tak semudah itu dilenyapkan oleh para pemburu. Aku tidak akan terima jika dikata sebagai vampire pengecut. Camkan ini! Aku akan kebal dari peluru mereka yang berbahan perak murahan itu; aku tak akan begitu saja lenyap oleh sorotan sinar ultraviolet buatan mereka; aku tak akan lebam oleh bom rakitan mereka; aku tak akan kenapa-kenapa oleh senjata buatan mereka. Hahaha, aku hanya akan tertawa terbahak-bahak melihat wajah mereka yang dipenuhi rasa keheranan. Aku akan terus menghantui mereka. Aku akan terus hadir dalam mimpi buruk mereka. Bahkan ketika mereka lari ketakutan, aku tak akan melepaskan mereka. Aku akan mengejar mereka. Aku akan menerkan mereka dari belakang seperti raja belantara dan mencabik-cabik mereka tanpa sedikitpun rasa kasihan. Persetan dengan anak-cucu mereka yang menangisi kematian mereka, aku tak peduli. Lalu bagaimana dengan kawan-kawanku yang telah mati dihabisi mereka? Apakah aku akan diam saja? Tentu tidak! Balas dendam adalah sesuatu yang manis dan menyenangkan. Maka segeralah aku menggoglok darah segar mereka. Dan tentunya, aku akan menyisakan beberapa kantong plastik darah untuk anak -cucuku kelak, agar mereka tahu, aku bukanlah vampire pengecut! Aku tak akan peduli, aku tahu bahwa anak-cucu mereka pun pasti tak akan diam saja dan akan berbalas dendam padaku. Aku siap menerima akan membalaskan dendam kematianku. Loh, bagaimana aku bias mati? Entahlah, sebenarnya aku juga tak begitu yakin. Tetapi siapa yang dapat menyangka apa-apa yang akan terjadi kelak. Bagaimanapun juga, aku sama dengan bangsa mereka, aku hanya partikel-partikel kotor yang diciptakan Tuhan untuk mengisi kekosongan alam. Tentu aku bisa mati kapanpun sesuka Tuhan. Siapa sangka, kelak anak-cucu mereka akan kebal terhadap seringai taring tajamku, siapa sangka juga, kelak anak-cucu mereka memiliki senjata yang jauh lebih canggih dari nenek moyang mereka yang darahnya tengah asyik kucicip sekarang ini. Tapi sekali lagi, aku tidak gentar. Aku bukan vampire pengecut! Toh jika aku memang benar-benar akan mati, aku yakin anak-cucuku kelak akan membalaskannya. Aku yakin, anak-cucu mereka juga akan berpikiran sama setelah membunuhku. Anak-cucu mereka juga tidak akan pernah menyangka apa-apa yang akan terjadi kelak lagi. Anak-cucu mereka juga akan berpikir bahwa mereka sama dengan bangsaku, anak-cucu mereka akan berpikir bahwa mereka hanya partikel-partikel kotor yang diciptakan Tuhan untuk mengisi kekosongan alam. Tentu anak-cucu mereka juga bisa mati kapanpun sesuka Tuhan. Siapa sangka, kelak anak-cucuku akan jauh lebih hebat dan kebal dariku sehingga senjata anak-cucu mereka yang katanya jauh lebih canggih itu tak lagi mempan, seringai taringnya juga jauh lebih tajam dariku sehinnga anak-cucu mereka yang katanya kebal dari taringku tak akan lagi kebal oleh taring anak-cucuku. Dan mungkin akan seterusnya begitu. Yang bermusuhan tak akan pernah redam. Balas dendam adalah hal terindah dan paling menyenangkan yang bisa dilakukan. Maka dari itulah, aku menyebut kami sebagai partikel-partikel kotor yang benar-benar sangat kotor.

“BRUGGG!!!” Sialan! Memikirkan apa aku tadi? Aku sempoyongan bangkit dari jatuh yang baru saja aku alami karena tersandung batu yang lumayan berukuran besar. Ya, akibat melamun akan hal tak berujung tadi. Permusuhan dan balas dendam. Hey! Apa ini? Darah segar mengalir di kakiku? Loh, bukankah darah segar adalah santapan lezat bagi para vampire? Lalu bagaimana jika tiba-tiba kemudian mereka menyerangku, menerkamku dari belakang seperti raja belantara dan mencabik-cabikku tanpa sedikitpun rasa kasihan? Lha, siapa peduli? Toh aku bukan manusia pengecut!!! (*)

Kamis, 01 Mei 2014

"Rukun Ibadah" yang terakhir - "Berangkat bagi yang mampu"


Masih ingat dengan konser Metallica-- Band Thrash Metal, pada Agustus 2013 di Jakarta lalu? Tentu ada sebuah rasa bangga bisa hadir dan melihat langsung tokoh impian, menari dengan semesta dan menyatu secara langsung dalam simfoni. Apalagi band cadas yang sudah mendunia. Dan jika tidak bisa hadir, pasti ada rasa kekecewaan tersendiri juga. Lha tapi, mau bagaimana lagi? Wong jelas-jelas sudah dibeberkan bahwa, yang wajib berangkat, ya hanya mereka yang mampu saja.

Begitu pula dengan Megadeth-- Band Thrash Metal yang tak kalah agung dengan Metallica, yang akan melangsungkan konser pada lusa tanggal 3 April  mendatang di Tennis Indoor Senayan, Jakarta. Dan untuk konser ketiga kali Megadeth di Indonesia nanti pun, mereka kembali hadir dengan formasi baru: David Ellefson kembali mengisi posisi bassis (yang mana pada saat konser kedua mereka di Jakarta tahun 2007 lalu ia tak ikut andil dan digantikan oleh James LoMenzo), dan Chris Broderick pun masuk menggantikan Glen Drover untuk mengisi posisi gitaris. Drumer dan juga gitar/vokal pun masih diisi oleh Shawn Drover beserta Dave Mustaine. Konser mereka untik kali ini sendiri dalam rangka mempromosikan album ke-14 mereka yang berjudul ‘Super Collider’. Album ini dirilis pada Juni 2013 dan menembus posisi 6 di tangga album Billboard 200.

Tentunya, sebagai pecandu musik cadas, pasti sangat ingin sekali bisa mendatangi berbagai konser dan festival musik rock. Tetapi lihat-lihat dulu konsernya gan! lihat-lihat kantong juga. Hehe.. Lagi-lagi, hanya "bagi yang mampu!"

Sebenarnya sudah ada planning dari dulu buat berangkat sih, tetapi mau bagaimana lagi? Lha wong belum mampu, atau mungkin Tuhan belum mengizinkan. Hehehe. Jangkrik!

Rabu, 23 April 2014

Jangkrik!

Jangkrik!
Ini nasib, ini takdir
Ini hidup, ini nyata
Ini garis, ini fakta
Ini tabir, ini lahir
Ini nasir, ini tohir
Ini paku, ini palu
Ini mur, ini baut
Ini langit, ini bumi
Ini bulan, ini matahari
Ini itu, ini bukan itu

Lelaki, wanita, setengah keduanya. Krik!
Bayi, anak-anak, remaja, orang tua, manula. Krik!
Kucing, anjing, semut, gajah, macan, gorila. Krik!
Nangka, durian, mangga, jeruk, apel, nanas. Krik!
Air, api, tanah, udara. Krik!
Panas, dingin, hangat, sejuk. Krik!
Gunung, pantai, pulau, air terjun. Krik!
Semua macam yang bermacam-macam. Bedebah!. Krik!

Jangkrik!
Semuanya jangkrik! -- krik! -- krik! -- krik! -- jangkrik!
Pun juga aku