Kamis, 19 Desember 2013

Cerita PKKMB

Saya bernama lengkap M. Habib Syafaat, tetapi entah iblis macam apa yang membuang kotoran di otak teman-teman saya sehingga dengan bedebahnya dan seenak kepala mereka memanggilku dengan sebutan akrab Bob. Memang kurang masuk akal, tetapi di sini saya tidak akan membahas asal-usul mengapa saya dipanggil Bob. Terserah siapa saja mau memanggil saya dengan nama yang mana, asal jangan dipanggil orang ganteng saja. Baiklah, saya akan bercerita sedikit tentang pengalaman saya pada waktu ospek sebagai Maba Fakultas Bahasa dan Seni di UNESA angkatan 2013. Seperti manusia normal pada umumnya, saya pun sedikit merinding waktu mendengar kata ospek. Namun jangan salah, walaupun banyak yang bilang ospek itu tidak enak atau pun tidak nyaman, tetapi saya berani memastikan jika kegiatan tersebut akan menjadi kenangan yang tidak akan pernah kalian lupakan! Serius!

****

Bermandikan kolam susu di tengah cahaya rembulan, bersuguhkan berbagai macam buah-buahan oleh para bidadari surga. Perlahan meredup, kemudian terpecahkan oleh suara alarm telepon genggam yang saya buat tadi malam. Ya, tadi itu hanya mimpi. Waktu menunjukkan tepat pukul 04.00. Badan terasa pegal dan enggan untuk bangun dari kasur yang tidak terlalu empuk. “Seharusnya hari ini aku sudah ada di rumah, bertemu dengan keluarga, juga teman di kampung halaman yang jarang kusapa,” geram saya dalam hati. Setelah mengucek mata berkali-kali, saya segera menuju ke tempat yang benar-benar membuat saya ingin kabur dari dunia ini, kamar mandi. Mungkin tak perlu kujelaskan lagi apa-apa saja yang saya lakukan di sana. Setelah benar-benar melek oleh dinginnya air pagi kamar mandi, saya bergegas memakai pakaian dan atribut yang ditentukan pada saat Pra-PKKMB, antara lain: Baju putih lengan panjang, celana putih panjang, kaos kaki putih polos, sepatu hitam pantofel polos, kalau untuk pakaian mungkin masih bisa dibilang wajar, tapi kalau untuk atribut? Rasa-rasanya tak bisa dibilang wajar deh, masak iya sih cuk, kami disuruh memakai tas yang harus kami buat sendiri menggunakan kain mori? Memangnya kami ini poba (pocong baru) apa? Dan satu lagi yang terlihat aneh tapi tidak bin ajaib sama sekali, yaitu atribut kepala dan mulut yang jika dipakai akan memiripkan kami dengan ksatria monyet Hanoman yang gagah dan beringas (Lambang kebanggaan kami anak Fakultas Bahasa dan Seni). Namun jangan salah cuk, ya di sini ini letak keseruan sebenarnya, letak perbedaan kami dengan anak fakultas lain yang atributnya menurutku biasa-biasa saja. Ngomong-ngomong dibanding fakultas lain, bisa dibilang penampilan kami lebih ekstrim, lebih menantang, dan lebih istimewa pokoknya. Kembali ke jalur cerita, setelah berpakaian lengkap, saya bergegas menuju kampus. Tentunya dengan hati yang serba was-was, gelisah, disertai rasa takut terhadap kakak Kamtib yang wajahnya sok garang dan murah hati. Di jalanan yang sedang kulewati tampak banyak sekali maba-maba yang berpakaian sama seperti saya, berjalan dengan langkah gontai dan getir seolah-olah kami ini adalah para kambing yang akan disembelih pada waktu hari Qurban. Kami pasrah dengan apa yang akan terjadi di waktu nanti. Hanya berulang-ulang memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa dan meminta doa restu dari orang tua agar selamat dan dipermudah urusan saya. Setiba dikampus.

“Wiiiuuuuuwiiiiuuuuwiiiiuuuuuuu” suara sirine memecah belah samudera keheningan, tanda kami harus bergegas menuju lapangan untuk ditertibkan. Kami berlarian panik seperti terguncang gempa. 

“Cepat Dik!” bentak para Kamtib

Saya hanya bisa bersyukur karena saya tidak terlambat, di sana banyak maba yang dihukum karena terlambat, sementara itu ada sebagian Kamtib yang menertibkan kami agar segera berbaris dengan rapi. “Tanpa Suara!” teriak mereka seperti penjajah kepada tawanannya, suasana pun menjadi hening, penuh rasa takut dan disertai kantuk yang maksimal tentunya. “Tetap Kondusif!” lanjutnya. Tak lama setelah pemeriksaan atribut dan lain-lain oleh Kamtib selesai, acara diisi oleh Si Acara, sedikit lebih lega, tetapi tetap saja kami masih kurang semangat karena alasan kurang tidur, belum sarapan, dan lain-lain.

“Selamat pagi adik-adik?” sapa genit mereka

“Pagi.(setengah lantang kurang semangat)” jawab kami

“Loh. kok kurang semangat? ayo diulang sekali lagi. Selamat pagi adik-adik!” Dilanjutnya karena kurang puas

“Pagiiii!” Jawab kami dengan lantang, namun dengan sedikit unsur keterpaksaan. Singkat cerita, di sana kami disemangati, dibimbing untuk bersuka ria. Namun itu tak berlangsung lama, karena acara diisi lagi oleh Si Kamtib. Sialan!

“Berdiri Dik!” teriak Kamtib. Kami pun segera beranjak dari duduk kami dengan gemuruh suara-suara tawa, bercanda, dan lain-lain. “Tanpa suara!” pungkas mereka. Kami terbius oleh kata-kata tersebut. Semuanya diam. Nah, di sinilah acara yang paling popular dan bergengsi dimulai. Acara itu adalah O-R-A-S-I! Di sana kami dibimbing untuk mengeluarkan suara, pendapat, ataupun uneg-uneg tentang acara PKKMB, tentu banyak muka-muka sok pahlawan dari kalangan kami yang dengan beraninya mengeluarkan pendapat, walaupun harus menentang Kamtib sekalipun. Tepuk tunggal untuk mereka! *Plok! Setelah itu kami diistirahatkan, benar-benar kami tunggu saat-saat istirahat seperti ini, karena di situ kami bisa merelakan dahaga, membuang lapar, mengkonsumsi udud, dan berbincang-bincang satu sama lain untuk melepas penat.

Namanya Bagas, dia teman satu kelompok saya. O iya, dalam kegiatan PKKMB (ospek) dibentuk sekitar 28 kelompok dari berbagai jurusan yang berbeda.

“Edan cuk, badanku pegel banget. Asu!” ujarnya memulai percakapan

“Sama cuk, aku juga!” jawabku

“Masih seminggu lagi bro, iso kuat gak yo iki?” lanjutnya

“Ah santai, dijalani saja, yang penting jangan sampai absen.” kataku meyakinkan, padahal saya tahu perasaan kami sama (sama-sama takut dan gelisah). Ah biarkan saja, yang penting saya masih hidup. Lagi-lagi suara (bedebah) sirine berbunyi tanda waktu istirahat habis, kembali kami berlarian menuju lapangan dan berbaris sesuai kelompok masing-masing. Orasi ronde kedua pun dimulai. Ya benar, seperti orasi pertama, kami disuruh untuk maju ke depan dan menyuarakan aspirasi kami. 

“Ayo dik, jangan bisanya cuma mbebek, keluarkan pendapat kalian! Kalian sudah Mahasiswa! Ada label Maha didepan Siswa!” suara dorongan dari Kamtib agar kami berani maju dan bersuara. Pokoknya acara ini adalah acara yang paling berkesan bagi saya, walaupun saya sering tertidur pulas pada waktu acara ini berlangsung. Berselang waktu cukup lama, kami dihadapkan kembali pada Si Acara untuk pemberian tugas-- yang membuat kami tidak bisa tidur sampai shubuh-- untuk hari berikutnya, kemudian  kami dikondisikan untuk pulang. Begitupun hari-hari selanjutnya juga berjalan seperti hari pertama. Ospek dilakukan selama 7 hari, banyak sekali pelajaran-pelajaran yang dapat saya ambil dari kegiatan tersebut. Mulai dari kekompakan, kebersamaan, melatih kejujuran, keberanian, dan menunjung tinggi nilai kebenaran (jancuk bahasane nggateli). Terima kasih kepada kakak-kakak yang telah membimbing kami. Semua kesan suka maupun duka juga tertuang di sana. Tangis, tawa, susah, bahagia, sedih, senang, lelah, juga semangat. Semua terangkum dan termaktub dalam setiap rangkaian kegiatan tersebut. Oke cuk, itu hanya secuil gambaran umum seputar Ospek Fakultas ala Bob, yang jelas tak semua ospek itu menyeramkan seperti yang kita bayangkan, saya saja dulu takut setengah hidup mendengar yang namanya (kedzaliman) ospek. Tapi setelah saya jalani sendiri, ternyata ospek itu asyik juga, sangat asyik tepatnya.

Kenangan yang tak kan pernah terhapuskan oleh bahana badai sekalipun. How do you think?

https://www.facebook.com/MuhammadHabibSyafaat?ref=tn_tnmn
Aku durung adus cuk! :D

1 komentar:

  1. Mas... Setelah di ospek pulang larut malem besoknya gimana? Apa ga pingsan bangun pagi lagi? Atau masuknya jd siang 😂😂😂 , btw aku mau jd MABA looooo.... Hehehe mohon dijawab, makasih :)

    BalasHapus