Semester tiga ini, kuliah tidak berjalan sebagaimana lumrahnya. Aku, semakin tidak karuan saja. Brutal, kacau, porak-poranda. Jarang mimpi basah, sering bertikai dengan kekasih, sering pesta miras, judi sampai pagi, begadang walau ada kuliah pagi, berakhir dengan bangun siang, kemudian berujung dengan membolos kuliah. Seperti malam (bedebah) ini, waktu ada janji nobar liga champion dengan teman sekelas dan teman-temannya teman sekelas. Tak tahu darimana pikiran kotor itu berawal dan berasal, akhirnya kami putuskan untuk patungan, beli miras. Air yang diyakini dapat memberi kedamaian duniawi, dapat digunakan sebagai alibi melupakan masalah duniawi, juga dapat digunakan sebagai penghilang rasa sakit pada gigi berlubang dan gusi bengkak.
Anjing! Aku benar-benar tak bisa menolak rogoh kocek ketika mereka menarikku uang patungan, terlebih ketika mendengar alasan yang terakhir tersebut. Gigiku sedang nut-nutan cuk! Aku ndak bisa berpikir jernih dan berpikir panjang-panjang, tolong jangan ajak bercanda ketika gigiku kumat, mendengar lalat terbang saja rasanya ingin bunuh orang. Serius! Sakit gigi bukan hal yang remeh temeh, tak ada hal yang menghibur, dibuat bergerak sakitnya minta ampun, apalagi diam, lebih minta ampun. Sendiri ataupun ada teman, berdiri ataupun berbaring, tak ada yang manjur. Hanya bisa menggeliat seperti cacing panggang, berjalan mondar-mandir sambil memegangi pipi dan bilang jancuk! Cuk! Mari o cuk!, ada keinginan untuk lompat salto, pukul muka orang, cekik leher mantannya pacar, tendang tembok, bahkan menyilet tangan sendiri. Semuanya amburadul, kapal pecah, pesawat tempur meledak, kampus kebakaran, tabrakan beruntun, bahkan sinetron Indonesia, semua kekacauan menjadi satu dan sontak menyeruak di dalam kepala. Bahkan lebih kacau dari sekadar semua itu. Antartika meleleh, Amazon banjir, Berlin ambruk, atau apalah. Pokoknya sakit gigi itu jancuk, ngerti o!
Masih banyak lagi kebedebahan di semester tiga. Urusan percintaan misalnya, tentu pertikaian yang terjadi dalam hubungan adalah hal lazim, tetapi sekarang ini beda seperti sebelumnya, bahkan hanya gara-gara hal sepele kita bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk saling bermaaf-maafan. Mungkin dimulai sejak orang tua kekasihku pindah ke luar pulau, dan kami harus berjuang sekuat tenaga agar kekasihku tak ikut pindah kesana. Semuanya tampak lebih berat. Melihat kejanggalan di raut wajahnya, tentu bukan hal yang menyenangkan.
Aku tahu ia sangat berat merelakan dirinya tetap disini bersamaku, tetapi aku juga lebih merasa keberatan jika harus merelakan dirinya meninggalkanku. Soal itu, aku tak yakin hubungan kami bisa bertahan jika ia benar-benar harus pindah atau, mungkin akan tetap bertahan walau jarak membentang namun tentu masing-masing dari kita akan sangat mati-matian bertahan menahan kerinduan nantinya. Persetan dengan omongan orang bijak, cinta itu butuh pertemuan cuk! Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Jadi, tenang yo sayang, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Hingga kapanpun dan bagaimanapun keadaannya. Maka pak, buk, aku minta doa restu kalian untuk menjaga anak bapak dan ibu disini. Izinkan kami menjalani apapun berdua hingga kapanpun. Kumohon. Aku berjanji tidak akan mengecawakan kalian. Atas izinnya, saya ucapkan terimakasih banyak. :)
Anjing! Aku benar-benar tak bisa menolak rogoh kocek ketika mereka menarikku uang patungan, terlebih ketika mendengar alasan yang terakhir tersebut. Gigiku sedang nut-nutan cuk! Aku ndak bisa berpikir jernih dan berpikir panjang-panjang, tolong jangan ajak bercanda ketika gigiku kumat, mendengar lalat terbang saja rasanya ingin bunuh orang. Serius! Sakit gigi bukan hal yang remeh temeh, tak ada hal yang menghibur, dibuat bergerak sakitnya minta ampun, apalagi diam, lebih minta ampun. Sendiri ataupun ada teman, berdiri ataupun berbaring, tak ada yang manjur. Hanya bisa menggeliat seperti cacing panggang, berjalan mondar-mandir sambil memegangi pipi dan bilang jancuk! Cuk! Mari o cuk!, ada keinginan untuk lompat salto, pukul muka orang, cekik leher mantannya pacar, tendang tembok, bahkan menyilet tangan sendiri. Semuanya amburadul, kapal pecah, pesawat tempur meledak, kampus kebakaran, tabrakan beruntun, bahkan sinetron Indonesia, semua kekacauan menjadi satu dan sontak menyeruak di dalam kepala. Bahkan lebih kacau dari sekadar semua itu. Antartika meleleh, Amazon banjir, Berlin ambruk, atau apalah. Pokoknya sakit gigi itu jancuk, ngerti o!
Masih banyak lagi kebedebahan di semester tiga. Urusan percintaan misalnya, tentu pertikaian yang terjadi dalam hubungan adalah hal lazim, tetapi sekarang ini beda seperti sebelumnya, bahkan hanya gara-gara hal sepele kita bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk saling bermaaf-maafan. Mungkin dimulai sejak orang tua kekasihku pindah ke luar pulau, dan kami harus berjuang sekuat tenaga agar kekasihku tak ikut pindah kesana. Semuanya tampak lebih berat. Melihat kejanggalan di raut wajahnya, tentu bukan hal yang menyenangkan.
Aku tahu ia sangat berat merelakan dirinya tetap disini bersamaku, tetapi aku juga lebih merasa keberatan jika harus merelakan dirinya meninggalkanku. Soal itu, aku tak yakin hubungan kami bisa bertahan jika ia benar-benar harus pindah atau, mungkin akan tetap bertahan walau jarak membentang namun tentu masing-masing dari kita akan sangat mati-matian bertahan menahan kerinduan nantinya. Persetan dengan omongan orang bijak, cinta itu butuh pertemuan cuk! Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Jadi, tenang yo sayang, aku berjanji akan membuatmu bahagia. Hingga kapanpun dan bagaimanapun keadaannya. Maka pak, buk, aku minta doa restu kalian untuk menjaga anak bapak dan ibu disini. Izinkan kami menjalani apapun berdua hingga kapanpun. Kumohon. Aku berjanji tidak akan mengecawakan kalian. Atas izinnya, saya ucapkan terimakasih banyak. :)
O ya, lebih miris lagi urusan keuangan. Aku harus rela membuang jauh rasa malu dan mengharap rasa iba dari teman sekelas agar dipinjami berapa ratus ribu untuk hidup seminggu. Bagaimana tidak? Jatah sanguku sudah habis seminggu lebih awal. Semester tiga ini aku memang lebih boros dari semester sebelumnya. Lebih banyak kebutuhan tepatnya, padahal sudah coba mengirit dengan tidak membeli buku perkuliahan dalam bentuk apapun. Tetapi tetap saja, belum lagi harus segera bayar kosan, dinaikkan pula biaya kamarnya, katanya sih, alasan listrik yang naik gara-gara teman sekelas sering main game di laptop dan menurutku itulah alasan terbodoh yang pernah dicakap mulut bedebah para ibu kos.
Memang tiada yang lebih memuakkan daripada muka ibu kosan. Bisa jadi aku akan kelabakan bayar hutang ke temanku nantinya. Belum lagi ada mata kuliah yang mengharuskan untuk melakukan penelitian bahasa ke luar pulau di akhir bulan nanti, dan biayanya tidak murah pula, njing! Aku harus bagaimana? Mungkin jika tak ada kekasihku disini, maka aku sudah cuti satu semester untuk mencari pekerjaan dan menenangkan pikiran yang hampir bisa dikatakan tidak waras ini. Satu lagi, hutang pulsa ke teman sekelas perempuan juga sudah menumpuk! Pusing banget cuk! *Ndang cepet ta lah rek nek tuku ombenan. Gigiku wis kumat parah!!!-- Lhoalah.. Mene onok kuliah isuk. Bolos maneh wis. Fuck! O:)
Memang tiada yang lebih memuakkan daripada muka ibu kosan. Bisa jadi aku akan kelabakan bayar hutang ke temanku nantinya. Belum lagi ada mata kuliah yang mengharuskan untuk melakukan penelitian bahasa ke luar pulau di akhir bulan nanti, dan biayanya tidak murah pula, njing! Aku harus bagaimana? Mungkin jika tak ada kekasihku disini, maka aku sudah cuti satu semester untuk mencari pekerjaan dan menenangkan pikiran yang hampir bisa dikatakan tidak waras ini. Satu lagi, hutang pulsa ke teman sekelas perempuan juga sudah menumpuk! Pusing banget cuk! *Ndang cepet ta lah rek nek tuku ombenan. Gigiku wis kumat parah!!!-- Lhoalah.. Mene onok kuliah isuk. Bolos maneh wis. Fuck! O:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar