Saya bernama lengkap M. Habib Syafaat, tetapi entah iblis macam apa yang membuang kotoran di otak teman-teman saya sehingga dengan bedebahnya dan seenak kepala mereka
memanggilku dengan sebutan akrab Bob. Memang kurang masuk akal, tetapi di sini saya tidak akan membahas asal-usul mengapa saya dipanggil Bob. Terserah siapa saja mau
memanggil saya dengan nama yang mana, asal jangan dipanggil orang ganteng saja. Baiklah, saya akan bercerita sedikit tentang
pengalaman saya pada waktu ospek sebagai Maba Fakultas Bahasa dan Seni di UNESA angkatan 2013. Seperti manusia normal pada umumnya, saya pun sedikit
merinding waktu mendengar kata ospek. Namun jangan salah,
walaupun banyak yang bilang ospek itu tidak enak atau pun tidak nyaman, tetapi saya berani memastikan
jika kegiatan tersebut akan menjadi kenangan yang tidak akan pernah kalian lupakan!
Serius!
****
Bermandikan kolam susu di tengah cahaya rembulan,
bersuguhkan berbagai macam buah-buahan oleh para bidadari surga. Perlahan
meredup, kemudian terpecahkan oleh suara alarm telepon genggam
yang saya buat tadi malam. Ya, tadi itu hanya mimpi. Waktu menunjukkan tepat
pukul 04.00. Badan terasa pegal dan enggan untuk bangun dari kasur
yang tidak terlalu empuk. “Seharusnya hari ini aku sudah ada di
rumah, bertemu dengan keluarga, juga teman di kampung halaman yang jarang kusapa,” geram saya dalam hati. Setelah mengucek mata berkali-kali, saya segera menuju ke tempat yang benar-benar
membuat saya ingin kabur dari dunia ini, kamar mandi. Mungkin tak perlu kujelaskan lagi apa-apa saja yang saya lakukan di sana. Setelah benar-benar melek
oleh dinginnya air pagi kamar mandi, saya bergegas memakai pakaian dan
atribut yang ditentukan pada saat Pra-PKKMB, antara lain: Baju putih lengan
panjang, celana putih panjang, kaos kaki putih polos, sepatu hitam pantofel
polos, kalau untuk pakaian mungkin masih bisa dibilang wajar, tapi kalau untuk
atribut? Rasa-rasanya tak bisa dibilang wajar deh, masak iya sih cuk, kami
disuruh memakai tas yang harus kami buat sendiri menggunakan kain mori? Memangnya kami ini poba (pocong
baru) apa? Dan satu lagi yang terlihat aneh tapi tidak bin ajaib sama sekali,
yaitu atribut kepala dan mulut yang jika dipakai akan memiripkan kami dengan ksatria monyet
Hanoman yang gagah dan beringas (Lambang kebanggaan kami anak Fakultas Bahasa dan Seni). Namun jangan salah cuk, ya
di
sini ini letak keseruan sebenarnya, letak perbedaan kami dengan anak fakultas lain yang atributnya menurutku
biasa-biasa saja. Ngomong-ngomong dibanding fakultas
lain, bisa dibilang penampilan kami lebih ekstrim, lebih menantang, dan
lebih istimewa
pokoknya. Kembali ke jalur cerita, setelah berpakaian lengkap, saya bergegas
menuju kampus. Tentunya dengan hati yang serba was-was, gelisah, disertai rasa takut terhadap kakak Kamtib yang wajahnya sok garang dan murah hati. Di jalanan yang sedang kulewati
tampak banyak sekali maba-maba yang berpakaian sama
seperti saya, berjalan dengan langkah gontai dan getir seolah-olah kami ini adalah para kambing yang akan disembelih pada waktu hari Qurban. Kami
pasrah dengan apa yang akan terjadi di waktu nanti. Hanya berulang-ulang memanjatkan
doa kepada Yang Maha Kuasa dan meminta doa restu dari orang tua agar selamat dan dipermudah urusan saya. Setiba dikampus.
“Wiiiuuuuuwiiiiuuuuwiiiiuuuuuuu” suara sirine
memecah belah samudera keheningan, tanda kami harus bergegas menuju
lapangan untuk ditertibkan. Kami berlarian panik seperti terguncang gempa.
“Cepat Dik!” bentak para Kamtib
Saya hanya bisa
bersyukur karena saya tidak terlambat, di sana banyak maba yang dihukum
karena terlambat, sementara itu ada sebagian Kamtib yang menertibkan kami agar segera berbaris dengan rapi. “Tanpa Suara!” teriak mereka seperti penjajah
kepada tawanannya, suasana pun menjadi hening, penuh rasa takut dan disertai
kantuk yang maksimal tentunya. “Tetap Kondusif!” lanjutnya. Tak lama setelah pemeriksaan atribut dan lain-lain oleh
Kamtib selesai, acara diisi oleh Si Acara, sedikit lebih lega, tetapi tetap saja
kami masih kurang semangat karena alasan kurang tidur, belum sarapan, dan
lain-lain.
“Selamat pagi adik-adik?” sapa genit mereka
“Pagi.(setengah
lantang kurang semangat)” jawab kami
“Loh. kok kurang semangat? ayo diulang sekali
lagi. Selamat pagi adik-adik!” Dilanjutnya karena kurang puas
“Pagiiii!” Jawab kami dengan lantang, namun dengan sedikit unsur
keterpaksaan. Singkat cerita, di sana kami disemangati, dibimbing untuk
bersuka ria. Namun itu tak berlangsung lama, karena acara diisi lagi oleh Si Kamtib. Sialan!
“Berdiri Dik!” teriak Kamtib. Kami pun segera beranjak dari duduk
kami dengan gemuruh suara-suara tawa, bercanda, dan lain-lain. “Tanpa suara!” pungkas mereka. Kami terbius oleh kata-kata
tersebut. Semuanya diam. Nah, di sinilah acara yang paling popular dan bergengsi dimulai. Acara itu adalah
O-R-A-S-I! Di sana kami dibimbing untuk mengeluarkan suara, pendapat,
ataupun uneg-uneg tentang acara PKKMB, tentu banyak muka-muka
sok pahlawan dari kalangan kami yang dengan beraninya mengeluarkan pendapat,
walaupun harus menentang Kamtib sekalipun. Tepuk tunggal untuk mereka! *Plok! Setelah itu kami diistirahatkan, benar-benar kami
tunggu saat-saat istirahat seperti ini, karena di situ kami bisa merelakan dahaga,
membuang lapar, mengkonsumsi udud, dan berbincang-bincang satu
sama lain untuk melepas penat.
Namanya Bagas, dia teman satu kelompok saya. O iya, dalam kegiatan PKKMB (ospek) dibentuk sekitar 28
kelompok dari berbagai jurusan yang berbeda.
“Edan cuk, badanku pegel banget. Asu!” ujarnya memulai
percakapan
“Sama cuk, aku juga!” jawabku
“Masih seminggu lagi bro, iso kuat gak yo iki?” lanjutnya
“Ah santai, dijalani saja, yang penting jangan sampai absen.” kataku meyakinkan,
padahal saya tahu perasaan kami sama (sama-sama takut dan gelisah). Ah biarkan
saja, yang penting saya masih hidup. Lagi-lagi suara (bedebah) sirine berbunyi tanda
waktu istirahat habis, kembali kami berlarian menuju lapangan dan berbaris sesuai
kelompok masing-masing. Orasi ronde kedua pun dimulai. Ya benar, seperti
orasi pertama, kami disuruh untuk maju ke depan dan menyuarakan aspirasi kami.
“Ayo dik, jangan bisanya cuma mbebek, keluarkan pendapat
kalian! Kalian sudah Mahasiswa! Ada label Maha didepan Siswa!” suara
dorongan dari Kamtib agar kami berani maju dan bersuara. Pokoknya acara ini
adalah acara yang paling berkesan bagi saya, walaupun saya sering
tertidur pulas pada waktu acara ini berlangsung. Berselang waktu cukup lama, kami dihadapkan kembali pada Si Acara untuk pemberian tugas-- yang membuat kami tidak bisa tidur sampai shubuh-- untuk hari berikutnya, kemudian kami dikondisikan untuk pulang. Begitupun hari-hari selanjutnya juga berjalan seperti
hari pertama. Ospek dilakukan selama 7 hari, banyak sekali
pelajaran-pelajaran yang dapat saya ambil dari kegiatan tersebut. Mulai dari kekompakan, kebersamaan, melatih kejujuran, keberanian, dan menunjung tinggi nilai kebenaran (jancuk bahasane nggateli). Terima kasih kepada kakak-kakak
yang telah membimbing kami. Semua kesan suka maupun duka juga tertuang di sana. Tangis,
tawa, susah, bahagia, sedih, senang, lelah, juga semangat. Semua terangkum dan
termaktub dalam setiap rangkaian kegiatan tersebut. Oke cuk, itu hanya secuil gambaran umum seputar Ospek Fakultas ala Bob, yang
jelas tak semua ospek itu menyeramkan seperti yang kita bayangkan,
saya saja dulu takut setengah hidup mendengar yang namanya (kedzaliman) ospek. Tapi setelah saya
jalani sendiri, ternyata ospek itu asyik juga, sangat asyik tepatnya.
Kenangan yang tak kan pernah terhapuskan
oleh bahana badai sekalipun. How do you think?
|
Aku durung adus cuk! :D |